Part 7 : Patuh Saja

770 83 1
                                    

Tharn tidak pernah berlaku lembut apalagi berhati-hati di atas tempat tidur, hanya fokus pada kebutuhannya, begitu selesai ia langsung mematikan lampu, dan bersiap untuk tidur dengan puas.

Tidak ada kehangatan antara dirinya dan Gulf. Saat awal-awal dulu, ia akan masih merayu, membujuk, serta memeluk Gulf dengan hangat selesai melakukannya. Namun saat ini Tharn hanya langsung berbalik badan dan menarik selimutnya. Bahkan tidak mau repot-repot mengatakan satu dua kata kepada Gulf.

Si anak bodoh pun sangat patuh, seperti biasanya hanya diam berbaring di sebelahnya, membiarkan Tharn berlaku sesuka hatinya.

Tharn berpikir, kepatuhan adalah salah satu hal kelebihan Gulf, yang membuatnya bisa menghemat banyak hal.

Dengan nyaman menutup matanya, Tharn mulai mengantuk saat mendengar suara hati-hati dari belakangnya.

"P.. Phi Tharn.."

Tharn tidak membuka matanya dan hanya menjawab dengan malas. "Huh?"

"Aku.. perutku sedikit sakit.." Gulf meringkuk dengan tangis tertahan.

Ia paling takut dengan rasa sakit, dan gampang sekali menangis, tapi Tharn tidak suka ia menangis, tapi saat ini ia tidak bisa menahan sakitnya lagi.

Jika saja lampu menyala, Tharn akan dapat melihat kalau, tidak hanya mata Gulf memerah, tapi juga wajahnya yang pucat seputih kertas.

Meski begitu ia tidak menyalakan lampu, dan reaksi pertamanya adalah mengira si bodoh telah memakan makanan yang buruk.

"Apa kau memakan sesuatu yang seharusnya tidak kau makan?"

Ada toko roti di seberang villa, dan setiap roti yang tidak terjual hingga malam kemarin akan diletakkan di luar toko gratis. Gulf keluar membeli sayuran di supermarket dan saat melewatinya ia mengambil satu roti untuk dimakannya di pagi dan siang hari.

Untuk makan malam tadi, ia memakan sop dan nasi buatannya sendiri, tapi memuntahkan semua yang dimakannya setelahnya.

"Tidak ada.. tidak.." Nada bicara Tharn terdengar buruk, Gulf takut Tharn akan marah jika ia menceritakan yang sebenarnya.

Tharn mengernyit. "Apakah teramat sakit?"

Gulf terdiam sejenak. Menekan perut bagian bawahnya, menahan sakit yang tak tertahankan, dan menjawab berbisik.. "tidak..hanya saja.."

Faktanya, yang dirasakannya sungguh teramat sakit.

Juga disertai rasa menyengat dari waktu ke waktu, dan menjadi semakin sakit saat Tharn menekan tubuhnya saat melakukan hal yang dilakukannya tadi. Ia tidak berani mengatakan apapun tadi, takut Tharn akan kecewa.

"Kalau begitu bersabarlah, hanya ada aku disini." Tharn sedikit melunak dan memberikan selimutnya kepada Gulf juga.

Lagipula, memanggil dokter saat tengah malam seperti ini akan sangat merepotkan dan hanya akan membuang-buang waktunya.

"Aku akan mengusapnya."

Sudah lama Tharn tidak memeluknya dengan hangat di malam hari, Gulf tidak berani bergerak sedikitpun, membiarkan Tharn memeriksanya. Membuat lingkaran merah di matanya semakin memerah.

Piyama katun Gulf tersingkap ke atas, telapak tangan lebar Tharn memenuhi perut halus langsingnya, perlahan mengusapnya dengan gerakan ke atas bawah berirama.

Setelah beberapa waktu, rasa melilit di perut Gulf benar-benar berkurang, dan mulai mereda.

Tapi Gulf tidak bisa menahan isakan tangisnya. Suara tangisnya tidak terlalu keras. Tharn memperhatikan mata Gulf yang bergetar dengan hati-hati. "Uh..huuh.."

Little Fool GulfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang