Dia memang bodoh.
Tapi dibandingkan dengan cemoohan orang luar, umpatan bodoh dan idiot yang pernah diucapkan Tharn lebih membuatnya sakit dan merasa kecil.
Bagaimana mungkin orang bodoh seperti dirinya pantas mendapatkan seseorang seperti Phi Tharn.
Tharn tidak tahu harus mengucapkan apa lagi untuk sesaat, kemudian meraih dan membawa Gulf dalam pelukannya. "Jangan bersedih."
Ia khawatir kondisi mental gulf yang sedang tidak stabil akan kembali terstimulasi. Kelembutan yang dulu enggan ia tunjukkan kini ia curahkan.
Tubuh besarnya cukup untuk melingkari seluruh tubuh Gulf. Masih sangat hangat, pikir Gulf, kalau saja ia tidak sadar bahwa ia tidak akan bisa merasakannya lagi di masa depan. Ia kembali merasa tidak nyaman dan matanya memerah, tapi mulutnya berkata lain. "Phi Tharn tidak perlu khawatir, aku sama sekali tidak sedih."
Ia harus kuat, sebentar lagi ia akan sendirian, terlebih lagi demi bayinya nanti ia harus kuat agar bisa merawatnya hingga bertumbuh dengan bahagia.
Tharn tahu ia berbohong, tapi tidak menyangkalnya, dan hanya mengusap punggungnya dengan telapak tangan besarnya, menenangkannya.
Tharn tidak akan menyangka kalau, anak bodoh yang selama ingi mengikutinya dari belakang, yang bisa dengan mudah senang hanya dengan kata-kata dan perlakuan manisnya, sudah bersiap untuk pergi dari hidupnya.
Setelah beberapa saat, Tharn melepaskan pelukannya, dan menyentuh ujung rambut lembut di dahinya.
Rumah Gulf nomor tiga dari ujung jalan, cat biru muda dari pintu sepertinya menjadi lebih gelap dan tua dari yang ada dalam ingatannya. Pada akhirnya, tidak bisa menahan kuatnya angin dan panasnya matahari, tidak bisa menahan ganasnya usia.
Ibunya telah tiada sejak tujuh tahun yang lalu.
Bagaimanapun, masih sangat mudah membayangkan senyum lembutnya dalam pikirannya, dan ketika ia memasak mengenakan apronnya, ia akan memberinya porsi kecil lebih dulu untuk merasakannya. Kemudian menunggu Type kembali dari sekolah untuk memakannya bersama.
Kini semuanya sudah berubah.
Gulf menahan air matanya, merasakan kunci dalam kantongnya, dan memasukkannya dalam lubang di pintu, memutarnya beberapakali hingga akhirnya bisa membukanya.
Ruangannya sangat kecil, dan perabotan yang ada juga sangat sederhana dan biasa. Karena sudah tidak ditinggali cukup lama, semuanya diliputi debu tebal, setiap sudut penuh dengan jaring laba-laba, dan setiap jengkal lantai penuh dengan guratan usang dari setiap kegiatan yang dilakukan disana dulu.
Hanya saja, tempat ini penuh dengan kenangan bagi Gulf, dan ia memiliki rasa kepemilikan disini.
Tharn tumbuh dari keluarga kaya sejak kecil, kaya raya dan terpandang, tidak pernah mengalami kesulitan dalam hidupnya, ia hanya tahu kalau keluarga Gulf dari golongan tidak mampu, tidak menyangka akan semiskin ini, ia pun tidak bisa menahan diri untuk mengernyit. "Kau tumbuh disini sejak kecil?"
Gulf menganggukkan kepala menjawabnya. "Hmm."
Tharn melihat kedalam, bahkan tiap-tiap lantai kamar tidak dipasang keramik, hanya lantai biasa zaman dulu terbuat dari semen, satu ranjang, satu almari, satu meja dan beberapa kursi. Ada kompor di dekat pintu yang berarti ruangan ini menjadi dapur juga.
Orang bisa hidup di tempat seperti ini?
"Bagaimana bisa keluargamu hidup di tempat seperti ini?"
Meski Tharn tidak menunjukkan dalam ekspresinya, tapi ada rasa risih bahkan sedikit jijik dalam nada bicaranya, Gulf pun merasa sesak tapi ia tetap menjawabnya, "Mae tinggal di bagian terpisah di sebelah, aku bersama Type tinggal disini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Fool Gulf
FanfictionGulf tidak seperti layaknya anak laki-laki lain, ia sedikit lebih lamban dalam banyak hal. Meski begitu ia mandiri dan bisa menghidupi dirinya sendiri dengan bekerja menjadi pelayan di suatu kafe kecil. Entah suatu kemalangan atau keberuntungan ia b...