Ternyata, orang tidak bisa menangis saat teramat sedih.
Mungkin karena, air matanya telah mengering, setelah mendengar kata-kata kejam dari mulut Tharn. Seluruh tubuh Gulf hanya mati rasa. Membeku di tempat. Ia tidak tahu apa yang ada dalam pikirannya. Pandangannya tidak fokus. Satu-satunya ekspresi yang terlihat hanya wajah pucatnya.
Bahkan Bright rasanya bisa ikut mendengar hancur hatinya.
Ia berbalik untuk membawa Gulf dalam pelukannya, dan berkata dengan suara dalamnya, "Jangan bersedih. Ada aku."
"Dia tidak menyambutmu, kembalilah bersamaku."
"Aku akan merawatmu dan bayimu."
Suasana terasa sangat sunyi selama beberapa saat, tidak ada yang bicara, Tharn menyadari betapa berlebihan yang telah diucapkannya. Tanpa bisa menghentikannya saat ia mulai berbicara tadi. Memandang dua orang didepannya membuatnya sangat terganggu.
Bright segera melepaskan Gulf dan meraih tangannya untuk pergi.
Gulf diam di tempat. Mata gelapnya sedikit bergerak sekarang, mulai kembali sedikit fokus, menatap Tharn dengan mata berkabutnya, bergumam datar.
"Phi Tharn bilang ingin aku mati."
Tharn merasa tercekat dalam hatinya, dan reflek menjawab, "Tidak." Secara intuitif melangkah menuju Gulf. Merentangkan tangannya, dan berkata dengan suara halus. "Kemarilah."
Gulf menggelengkan kepalanya, mengambil satu langkah kecil ke belakang. Airmatanya tiba-tiba jatuh. "Phi Tharn tidak mengatakan kalau, kalau ia tidak menginginkanku."
Tharn mendekat padanya langkah demi langkah. Ingin segera menarik anak laki-laki dihadapannya dalam dekapan. Namun tiap ia melangkah kedepan, Gulf mengambil satu langkah mundur juga.
Melihat tangga di belakangnya dan ia akan jatuh jika melangkah lagi membuat pupil Tharn menegang dan secara reflek bergegas ke depan, tapi pergerakan Bright lebih cepat darinya, ditambah lagi jaraknya lebih dekat dengan Gulf, ia pun meraih pinggangnya dan Gulf reflek berpegangan meraih punggung Bright.
Tharn menghembuskan nafas lega, baru kemudian ia menyadari lapisan keringat dingin muncul di telapak tangannya.
Meski tidak tinggi, hanya tiga atau empat anak tangga, namun dengan keadaan tubuh Gulf sekarang ini, bisa saja membahayakan nyawanya kalau sampai terjatuh dari tangga untuk kedua kalinya.
Gulf seperti tidak mengerti apa yang terjadi, dan saat Bright bertanya apa dia baik-baik saja, ia hanya menggelengkan kepalanya kebingungan.
Kondisinya sekarang tidak asing, kondisi mentalnya mirip saat Gulf mengalami keguguran sebelumnya, tidak terlalu merespon stimulus dari luar. Hanya saat teringat bayinya ia akan menangis, menggenggamnya dan bertanya kepadanya, dimana bayinya.
Terbiasa mengabaikannya membuat Tharn lupa kalau Gulf tidak hanya bodoh, tapi juga orang bodoh yang memiliki trauma. Anak bodoh ini tidak hanya menyukainya tapi juga bergantung sepenuhnya padanya. Jarang mengatakan apapun meski ia merasa sakit atau terluka, tapi sakit yang ia berikan mungkin tak tertahankan, jadi ia selalu runtuh.
Tharn mulai kesal dengan kelakuannya sendiri saat ini. Setelah terdiam, ia membuka mulutnya.
"Aku sudah mencoba mencarimu selama ini, tapi aku tidak berhasil menemukan apapun. Kau juga tidak menjawab teleponku. Aku sangat marah tadi, dan mengatakan hal yang salah."
"Salahku, aku minta maaf padamu."
"Aku masih menginginkanmu, kemarilah." Tharn merentangkan tangan padanya.
Gulf menunduk, memandang tangan putih Tharn. Air matanya pun menetes.
"Kau masih bersedia mempertcayainya?" Bright bertanya dengan suara rendah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Fool Gulf
FanfictionGulf tidak seperti layaknya anak laki-laki lain, ia sedikit lebih lamban dalam banyak hal. Meski begitu ia mandiri dan bisa menghidupi dirinya sendiri dengan bekerja menjadi pelayan di suatu kafe kecil. Entah suatu kemalangan atau keberuntungan ia b...