Gulf tidak tahu antara Tharn tidak akan pulang untuk makan malam atau tidak akan pulang ke rumah malam ini.Setelah makan beberapa suapan penuh, Gulf duduk di sofa, menunggu dengan konyol.
Sekarang sudah jam 8 dan Tharn belum juga pulang.
Jam 10 lebih dan belum ada tanda-tanda pergerakan apapun dari pintu depan.
Sekitar jam 12, kelopak mata Gulf sudah mulai berat. Ia pun berbaring di sofa, perlahan meringkuk seperti bola kecil.
Gulf sama sekali belum tidur hari ini dan jujur saja saat ini ia sangat mengantuk.
Merasa bingung, ia berpikir haruskah ia tidur saja, dan akhirnya ia terlelap.
Hari sudah terang saat Gulf terbangun, di luar hujan deras dan meski langit sudah mulai ada cahaya namun juga bersamaan menjadi remang-remang tertutup awan. Membuat Gulf agak bingung dengan waktu sekarang.
Saat berbalik melihat jam, ternyata hari sudah pagi, pikirannya masih sangat bingung hingga ia tidak tahu apa yang ada dalam benaknya. Dan badannya secara reflek bangun menuju ke kamar atas, melihat kamar tidur dan ruang kerja.
Setelah beberapa saat mencari, ia ingat kalau Tharn kembali pasti akan ada sepatunya di pintu masuk. Dengan bodohnya ia kembali menuruni tangga menuju pintu depan.
Tidak. Tharn tidak pernah pulang.
Hatinya seketika diliputi rasa sedih.
Saat ia bekerja di luar, ia sangat lelah setiap harinya, tidak sempat memikirkan apapun, dan cukup puas dengan dirinya.
Tapi sekarang ini, Gulf hanya hidup bersama Tharn. Villa ini sangat besar, ditengah lingkungan terpencil, saat ia sendiri, ia tidak memiliki kehangatan sama sekali.
Bagaimanapun juga, Tharn tidak menyukainya jika ia berkeliaran di luar. Ia pun menurut dan menunggu Tharn pulang, seharian membersihkan bagian dalam dan luar rumah. Saat Tharn pulang nanti, pasti Tharn akan memujinya, pikirnya.
Tapi hingga gelap, Tharn belum juga kembali.
Sudah dua hari.
Menunggu cukup lama, Gulf mulai cemas, tubuhnya merasa semakin tidak nyaman. Ia selalu merasa ingin muntah dan tidak nafsu untuk makan apapun, sekarang ini pun ia sedikit demam.
Saat seseorang sakit, ia akan lebih rentan dari biasanya, dan akan semakin merindukan orang yang ia sayang, lagi dan lagi..
Akhirnya ia tidak bisa menahannya dan menelpon Tharn. Saat telepon akhirnya tersambung, ujung matanya seketika memerah, ia tidak bisa menahan tangisnya. Perlahan ia menahan isak pada tenggorokannya.
"Phi Tharn.. kapan Phi akan pulang.." Aku merindukanmu..
"Apa kau akan pulang untuk makan, malam ini?"
"Aku sedang menyiapkan investasi besar, dan lembur di kantor dua hari ini, jika tidak ada hal penting jangan pernah menelponku." Suara Tharn pelan namun terdengar tidak sabar.
Mata Gulf semakin memerah, mengeratkan genggaman pada ponselnya, ia berkata, "itu.. kalau begitu.. kau harus memperhatikan kesehatanmu, dan kau, makanlah tepat waktu.."
"Baiklah, kau pergilah tidur lebih awal." Setelah mengatakannya Tharn mematikan ponselnya.
Beberapa hari setelahnya keduanya tidak lagi berbicara, Gulf mengingatnya dalam hati, bahwa Tharn sedang sibuk dan ia tidak bisa sembarangan mengganggunya.
Di malam hari ia akan bermimpi buruk, terbangun dan memeluk tubuhnya sendiri lebih erat, kemudian memandang nama Tharn di layar ponselnya, Setelah itu kembali menutup matanya yang memerah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Fool Gulf
FanfictionGulf tidak seperti layaknya anak laki-laki lain, ia sedikit lebih lamban dalam banyak hal. Meski begitu ia mandiri dan bisa menghidupi dirinya sendiri dengan bekerja menjadi pelayan di suatu kafe kecil. Entah suatu kemalangan atau keberuntungan ia b...