17: Conversation

2.8K 466 197
                                    

CHAPTER 17:
Conversation

[playlist: Ra.D – The Same Day]

***

Tak seperti berangkat, suasana mobil Jungkook menuju pulang petang itu benar-benar tanpa gaduh.

Nihil presensi suara Bambam yang gemar melampar rayuan teruntuk si cantik nan seksi, Saerom. Dua manusia tersebut memilih terlelap nyaman di kursi belakang.

Lisa dan Mingyu berhenti memproduksi candaan maupun rap dadakan. Mereka punya fokusnya masing-masing sekarang. Mingyu dengan kemudi, Lisa dengan Rosé yang terindikasi bak perempuan patah hati. Pun, Jungkook tidak lagi bersenandung merdu di sela-sela putaran daftar lagu.

Tiap-tiap lisan merayakan keheningan.

Di samping Mingyu, Jungkook kerap melempar perhatian kepada perempuan yang sepanjang perjalanan hanya sibuk membuang tatap keluar jendela kendaraan. Setelah itu, Jungkook akan sibuk menekan keinginan untuk memastikan keadaan hati sosoknya—sungguhkah patah betulan?

Jika memang benar demikian, tentu Jungkook tak akan hanya diam. Jika memang diperkenankan, ia akan menjadi yang kembali mengkokohkan. Namun, jangankan untuk mengokohkan, sekadar bertanya baik-baik saja kah Rosé tatkala mereka berpapasan di depan toilet rest area, nyatanya Jungkook tak punya cukup nyali sehingga perempuan itu malah dibiarkannya berlalu tanpa ada basa-basi.

Bukan lantas kembali ke dalam mobil, sebuah minimarket yang masih berada di lingkungan sekitar rest area menjadi tempat kunjungan Rosé berikutnya setelah toilet wanita. Ia ambil sebungkus pembalut. Sebagai informasi, periode menstruasinya tiba baru saja. Jadi, siapa pun tolong jangan buru-buru mengambil kesimpulan bahwa puasa bicaranya sedari tadi semata adalah ekspresi patah hati.

Salah.

Bagi Rose, tidak ada yang lebih mengesalkan ketimbang nyeri hari pertama. Persoalan Jaehyun lewat saja. Jaehyun yang dikabarkan belum selesai dengan masa lalunya, Jaehyun yang menjadikannya pelampiasan semata, atau Jaehyun yang ia suka dan yang sempat ia yakini punya perasaan serupa tapi ternyata tidak.

Semua itu bukan apa-apa. Rosé pikir, kebanyakan pria memang begitu. Dan, ketahuilah, ini bukan kali pertama bagi Rosé menghadapi mereka yang merupakan bagian dari kaum gagal move on seperti Jaehyun.

Barang yang hendak dibeli diletakkan di meja kasir. Dengan sebuah masker menutup setengah muka dan bucket hat di kepala, Rosé harap-harap cemas agar laki-laki paruh baya yang berjaga di sana tidak mengenalinya sebab ....

"Totalnya dua belas ribu won."

... jangankan sejumlah tersebut, Rosé bahkan tidak mengantongi uang barang satu sen pun. Sudah Rosé periksa saku hodie abu-abunya, ingat betul bahwa di sana lah ia menyimpan beberapa lembar uang yang diambil dari dompet. Namun, saku itu kosong. Isinya mungkin jatuh entah di mana ketika Rosé berlarian tergesa sehabis turun dari mobil.

"Tunggu seben—"

"Satukan saja denganku."

Niat Rosé adalah menunda pembayaran selagi ia mengambil uang, tetapi laki-laki jangkung yang berdiri di belakangnya maju duluan, meletakkan enam kaleng minuman bersoda di atas meja.

Ralat. Lima kaleng. Satunya baru saja disingkirkan. Sebagai ganti, Mingyu letakkan sebotol minuman teh hijau yang diambil cepat-cepat dari rak pendingin sebelum petugas kasir menghitung kembali total belanjaan mereka secara keseluruhan.

Iya, itu Kim Mingyu.

Rose dapat mengenali sebab hanya sehelai masker hitam yang menutupi wajah laki-laki itu, dan yang mana tak cukup membuat samar identitasnya. Selembar uang pecahan seratus ribuan yang Mingyu keluarkan lebih dari cukup untuk membayar lima kaleng soda, sebotol teh hijau, sebungkus pembalut, dan ....

BITTERSWEETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang