18 - curhat dong mah

66 13 0
                                        

Minho tersenyum setulus mungkin. "Makasih udah khawatir sama gue. Tapi gue bener-bener baik-baik aja, kok."

"Mas ... sekali aja, tunjukin kalo lo itu nggak baik-baik aja. It's okay to not to be okay."

"Gue beneran nggak papa."

Sekarang dapat Winter lihat kilat getir di mata Minho.

"Gue nggak apa-apa."

Kata itu ... lebih ditujukan untuk meyakinkan Minho daripada Winter.

***

I'm so sick, sick, sick
Me so sick, sick, sick
Hollin geot gattae

Chaeryeong mengangkat telepon. "Ya?"

"Free nggak, Ar?"

"Free, kok. Kenapa?"

"Gue ... pengen cerita. Boleh?"

Chaeryeong duduk di kasurnya. Menyandarkan tubuhnya di headboard, dia menjawab, "Boleh kok. Cerita aja, Mas."

Iya, itu Minho yang menelpon Chaeryeong.

Minho memang suka curhat ke Chaeryeong. Selain karena dia butuh seseorang untuk mendengarkan cerita, Minho juga butuh orang yang tidak akan akan membocorkan ceritanya.

Curhat ke Nakyung jelas-jelas salah, cewek itu sering ceplas-ceplos. Curhat ke Lia juga bukan opsi yang bagus, terkadang Minho hanya butuh didengarkan tanpa butuh nasihat. Curhat ke Winter ... benar-benar bukan opsi yang Winter. Bukannya mendengarkan, Winter terkadang menyela—menebak-nebak alur cerita yang Minho bicarakan.

Kan Minho butuh didengarkan. Hiks.

Dan curhat ke Sunoo ...

Benar-benar opsi yang harus dihindari. Cowok itu kan admin lamtur, bisa-bisa Sunoo secara tidak sadar malah membuatnya menjadi bahan postingan —walau Minho sudah lulus, terkadang para alumni juga masuk ke akun lamtur kampus. Tapi sebenarnya Minho yakin Sunoo tidak akan melakukan hal itu.

Jadi, ya.

Dia curhat ke Chaeryeong.

"Ini soal Maura."

"Uh-huh." Chaeryeong mendengarkan.

"Gue ngerasa kalo akhir-akhir ini sikapnya berubah. Dia jarang ngechat gue, terus kalo bales chat lumayan lama. Maura biasanya nggak selama itu kalo bales chat gue. Dia juga suka batalin kalo misalnya kita mau jalan bareng. Masalahnya, alasannya pasti karena ada kerja kelompok." Minho menarik napas. "Menurut lo gimana?"

"Mas Reno udah nyoba ngomong baik-baik sama Maura?"

"Belum, sih."

"Coba kalian ngobrolin ini baik-baik. Gue yakin Maura punya alasan di baliknya."

"Tapi gimana kalo alasannya karena dia udah nggak sayang sama gue?"

Chaeryeong diam. Membiarkan Minho lanjut berbicara.

"Sikap Maura bener-bener berubah, Ar. Dan tiap kali gue tatap matanya, gue bisa liat kalo di sana nggak ada binar bahagia. Dia juga kalo ngomong sama gue sering ngalihin pandangannya, seolah-olah nggak mau natap gue."

"Apa gue putus aja, ya?"

"Itu hak lo." Chaeryeong kembali bersuara. "Kalo emang masih mau pertahanin Maura, pertahanin. Kalo emang udah nggak bisa, lepasin Maura."

"Semua yang mampir belum tentu menetap."

***

Sunoo sedang duduk di bangku yang ada di lapangan. Dia sedang menunggu Minho yang menjemputnya.

"Weh, ada Sean."

Sunoo mendongak, menatap Nakyung yang berada di depannya. "Ngapain di sini?"

"Tadi gue habis ketemu Ina di FMIPA. Kan harus mampir ke FIB dulu kalo mau ke FT." jawabnya, ikut duduk di samping sang sepupu. "Nunggu kelas mulai?"

"Nggak. Nunggu Mas Reno jemput."

"Loh? Nggak bareng Arley?"

"Kak Arley ada urusan sama Kak Wina."

"Oh ..."

Hening.

"Gimana sama Kak Juna?" Sunoo angkat bicara.

Nakyung menatapnya. Dia tersenyum kecil. "Menurut lo gimana?"

Sunoo meringis. "Masih belum baikan?"

"Udah, kok. Cuma, ya ..." Yang lebih tua menatap langit biru. "Gue lagi nyoba move on dari Juna, Se."

"Move on dari gue?"

Keduanya kaget. Menoleh ke belakang dan melihat Renjun yang berdiri di sana.

"E-eh ... Juna?"

Renjun maju beberapa langkah hingga sampai di hadapan Nakyung. Membungkukkan badannya, menyesuaikan tingginya dengan Nakyung yang sedang duduk. "Lo suka sama gue?" bisiknya tepat di telinga sang sahabat.

"Um ... maaf ganggu," Sunoo bersuara. "Mas Reno udah jemput gue. Duluan ya, Kak Sen! Semoga berhasil!" Cowok itu ngacir, membuat Nakyung mengumpat dalam hati.

Kenapa Sunoo meninggalkannya?!

Bangs— astaghfirullah, puasa.

"Jadi gimana?"

Nakyung kembali memusatkan atensinya pada Renjun yang wajahnya hanya berjarak beberapa senti darinya. Cewek itu memundurkan wajahnya, memberi jarak.

"G-gimana apa—nya?" Dia gagap.

"Lo suka sama gue?"

"A-ah ... itu ..."

"Lo beneran suka sama gue?"

"I-iya. Gue—emang suka sama lo," Nakyung dapat merasakan lidahnya terbelit-belit kala mengucapkan kata itu. "Tapi tenang! Gue berusaha buat ngilangin rasa ini, kok. Lo nggak usah khawatir."

Hening kembali melanda.

Renjun memundurkan tubuhnya, lalu duduk di samping Nakyung.

"Maaf," Si cewek kembali bersuara.

"Hm?"

"Maaf karena gue suka sama lo. Anggep aja lo nggak pernah tau kalo gue suka sama lo." Nakyung berdiri, hendak pergi dari sana jikalau tangannya tidak ditahan oleh Renjun.

"Jangan move on dari gue."

***

Sunoo masuk ke dalam mobil Minho dengan tenang.

"Maaf ngerepotin lo." katanya.

"Nggak apa-apa. Santai aja." Minho mulai melajukan mobilnya.

"Lo beneran nggak ada agenda hari ini? Setau gue temen kelasnya Kak Maura ada kelas hari ini."

Mendengarnya membuat Minho menghela napas. "Maura pulang bareng temennya."

Ahh ... Sunoo sepertinya mulai paham apa yang terjadi.

"Maaf."

Minho meliriknya. "Buat?"

"Nanyain itu. Harusnya gue paham sejak ada postingan di lamtur kampus."

"It's okay." Mobil berhenti di traffic light yang berubah menjadi merah. "Tapi gue minta tolong sama lo,"

"Buat ngerahasiin ini? Tenang-"

"Bukan," Yang lebih tua menyela. Dia menoleh, menatap Sunoo. "Tolong jangan terobsesi sama Arley."

SepupuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang