Dyah Ayu Kinanti
Lo itu pahit sama kayak nama lo Pare.
Farey Arsya Pramudya
Nama gue Farey bukan Pare. Gue akan bikin lo jatuh cinta sampai lo nggak bisa jauh dari gue !
Cover By : Pinkcery
Original story by : pinkcery
Star : 31 Agustus 2021
#1 on...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Happy reading 🤗
🌼🌼🌼
Rasanya pagi ini Kinan enggan ke sekolah, perutnya kembali terasa nyeri. Matahari sudah menembus tabir tapi Kinan masih bergelung dalam selimut nya.
“Kinaannnn ....” Seketika suara Papi membuat Kinan terkesiap. “Nggak sekolah? Ini sudah siang,” lanjut Papi.
“Iya, Pi. Ini juga mau siap-siap,” sahut Kinan.
Kinan berjalan gontai menuju kamar mandi sambil memegangi perutnya yang semakin nyeri. Kinan hanya mandi sekedarnya, dandan lalu ke sekolah. Tapi kalau sudah jam segini tidak ada angkot yang lewat, tidak mungkin Kinan berjalan kaki dengan keadaan seperti sekarang.
“Kenapa Kin?” tanya Mami Rena.
“Nggak apa-apa kok Mi. Ini keburu nggak ya ke sekolah?”
“Minta anter Papi aja, lagi kasih makan ikan tuh di Empang,” usul mami.
“Iya udah kalau gitu Kinan panggil Papi dulu.”
“Kin, lagi dapet ya?” ujar Rena saat melihat Kinan berjalan tertatih.
Kinan mengangguk seraya tersenyum tipis.
“Kamu minum teh dulu ya Mami baru buat jadi masih anget. Nanti Mami yang panggil Papi.”
“Maksih ya Mi, udah perhatian sama Kinan."
“Agak lemes Mami liat. Kamu di rumah aja nggak usah ke sekolah," ujar Mami.
Keringat dingin sudah mulai mengalir melewati pelipisnya dan tangannya sedikit gemetar. Kinan menghela napas, apa mungkin ada yang memperhatikan sehingga membuat nya jadi manja seperti ini.
Dulu kalau sedang menstruasi Kinan tidak pernah se lemah ini.
“Biasanya nggak gini kok, Mi.”
Papi mengecek kening Kinan menggunakan telapak tangannya. "Dingin. Tapi kamu pucat, Kak," ujar Haris.
"Nanti mendingan kok. Ayo antar Kinan ke sekolah udah telat nih," paksa Kinan. Siapa tahu dengan melihat Rey, Kinan bisa membaik. Si bucin.
"Nanti kalau ada apa-apa telpon papi segera."
"Siap!"
Kinan melingkar kan tangannya di pinggang Papi takut terjatuh jika nanti di tengah jalan tiba-tiba pingsan. Ponselnya berbunyi, Kinan mengabaikan nya karena kalau diangkat pun Kinan tidak bisa mendengar dan malas menyuruh Papi berhenti hanya untuk menerima telepon. Lima kilometer terasa begitu jauh atau mungkin Papinya tidak terlalu berani menaikkan kecepatan laju motornya.
"Pak, tunggu!" teriak Kinan yang masih di bonceng Papi. Buru-buru membuka helm sampai lupa bersalaman.
