28. A Day with Sean 2/3
Harvey terbangun lalu duduk dengan napas yang terengah-engah serta bulir keringat muncul di pelipisnya. Kemudian, Harvey melihat di sampingnya terdapat Sean yang ikut duduk juga karena merasakan Harvey yang terbangun sehingga pelukan tangannya yang berada di pinggang Harvey terlepas.
"Kenapa?" tanya Sean khawatir sembari mengusap bulir keringat Harvey menggunakan kaosnya yang telah ia lepas semalam.
Harvey tidak menjawab dan masih mengingat tentang mimpi tadi.
***
Seorang gadis tiba di sebuah ruangan yang semua nampak putih. Tidak ada yang lain selain dirinya, bahkan gadis itu tak tau ujung dari ruangan ini. Sebab, gadis itu telah berjalan dan berkeliling mencari jalan keluar, tetapi tidak menemukan apapun sehingga gadis itu memilih untuk beristirahat.Gadis itu, Harvey. Sejujurnya, ia merasa tak asing dengan tempat ini. Tempat ini persis seperti ruangan yang sama seperti seseorang yang memberinya kesempatan untuk hidup kembali supaya tidak menuju sad ending untuk hidupnya kedua.
Hanya saja, saat itu, ketika ia tiba di ruangan ini, langsung terdengar suara, sedangkan sekarang ia sudah menunggu sampai berkeliling tidak dapat menemukan apapaun. Membuat Harvey menjadi bingung.
"Grace Aradina Diandra," panggil seseorang entah siapa membuat Harvey terkejut karena namanya yang dulu disebut.
"Bukan. Kamu adalah Harvey Grace Madeline Davies," lanjutnya kemudian.
Harvey semakin tak mengerti. "Sebenernya siapa Anda? Kenapa hidup saya menjadi seperti ini?"
"Selamat, kamu telah menemukan seseorang itu. Hidupmu sudah dipastikan aman, bahkan Kevan sudah tidak menyukai Ayanna karena ia fokus untuk menjagamu apalagi kamu berada di sekitarnya." Bukannya menjawab pertanyaan dari Harvey, suara itu malah mengucapkan selamat kepadanya.
"Apa maksudnya? Seseorang itu siapa?" tanya Harvey bingung, ia tau seseorang itu adalah satu dari dua alasan yang disebut oleh suara tersebut supaya hidupnya menjadi lebih bebas.
"Dia adalah seseorang yang sedang bersamamu kali ini."
"Sean?" gumam Harvey menerka-nerka.
"Benar. Karena itu, sekarang kamu akan saya beri sebuah ingatan sebab kamu adalah Harvey asli."
Seketika ruangan menjadi gelap dan Harvey mendapatkan memori saat Harvey terkena kecelakaan pada masa itu.
***
Harvey menatap Sean setelah Sean mencoba menyadarkan Harvey. Kemudian, Harvey memeluk erat Sean dan menangis kencang dipelukan Sean. Terkejut, itu yang dirasakan Sean, tetapi ia membiarkan Harvey menangis lalu mengusap kepala Harvey lembut dan sesekali mengecup pelipis Harvey.
Harvey menangis karena mengingat memori masa kecil yang terasa sangat nyata sekali baginya. Kecelakaan itu seperti ia merasakan bahwa yang mengalami kesakitan adalah dirinya. Harvey juga menangis karena itu semua bukanlah salah Sean melainkan salah seorang anak kecil perempuan yang mendorong Harvey kecil ke jalan raya sehingga kecelakaan itu pun terjadi. Sean ternyata terlambat menyelamatkan Harvey dan pada saat Sean menggendong tubuh Harvey, dirinya langsung disalahkan atas terjadinya kecelakaan itu. Lebih tepatnya oleh Kevan.
Harvey hanya mengingat memori itu saja. Harvey juga tak mengerti apa yang terjadi pada dirinya. Apalagi ia teringat satu kalimat yang terus tengiang-ngiang di kepalanya.
"Kamu adalah Harvey asli."
Itulah kalimat yang membuat Harvey seketika menjadi pusing. Harvey asli? Bukankah dirinya Grace Aradina Diandra bukan Harvey Grace Madeline Davies? Mengapa ia disebut bahwa dirinya adalah Harvey asli? Ini adalah sebuah teori yang sangat membuatnya kebingungan.
Setelah setengah jam, tangisan Harvey baru terhenti dan tersisa sesegukan saja. Sean melepas pelukan tersebut lalu mengusap air mata yang tersisa di pipi Harvey. Menurut Sean, saat ini Harvey sangatlah lucu. Lihatlah, hidung dan mata yang memerah sehabis menangis, jangan lupakan sesegukan sisa menangis masih tersisa serta tatapan sedih yang terpancar dari mata Harvey.
"Ada apa? Kamu mimpi buruk?" tanya Sean lembut setelah memberi Harvey air putih yang selalu tersedia di nakas samping tempat tidur.
"Bukan," jeda Harvey karena ia merasa sulit mengatakan sebuah kata karena sesegukannya.
"Gue ... mimpi ... waktu ... gue ... kecelakaan," lanjut Harvey putus-putus.
Sean terdiam mendengar ucapan Harvey.
"Kamu benci saya?" tanya Sean pelan.
Harvey menggeleng dan air matanya kembali menurun. Sean menjadi bingung dan mengusap pipi Harvey.
"Bukannn, hiks. Bukan salah lo, hiks. Gue tau siapa yang salah, hiks," isak Harvey membuat Sean mengusap punggung Harvey supaya tenang.
Harvey mengusap air matanya kasar. "Gue gak mungkin benci lo, hiks. Karena lo gak salah, hiks."
Setelah mengatakan hal tersebut Harvey memeluk Sean erat. Sean pun tersenyum lega karena Harvey tidak membencinya.
Jam sudah menunjukkan pukul lima pagi dan Harvey kini sudah menjadi tenang setelah menenangkan diri selama satu jam. Dirinya memang terbangun jam empat pagi.
Harvey menghela napasnya ketika melihat Sean yang terus menatapnya sedari tadi. Posisi mereka saat ini adalah Sean yang bersandar bada headboard kasur, sedangkan Harvey sendiri duduk menyilangkan kaki di depan Sean.
"Gue gak tau kenapa, tapi tadi tiba-tiba memori tentang gue kecelakaan waktu itu muncul. Lo gak salah, El. Soalnya, gue di dorong sama anak kecil cewek. Pas banget truk lewat terus gue kecelakaan. Gue tau waktu itu lo lagi beliin gue es krim, terus lo liat gue. Tapi, lo telat, gue udah kena duluan. Ini bukan salah lo," jelas Harvey sembari menunduk, tak tahan menatap Sean.
Sean tersenyum teduh. "Tetap saja salah saya yang tidak menjaga kamu dengan benar. Seharusnya, saya paksa kamu ikut saja saat itu."
Harvey menggeleng lalu menatap Sean. "No, waktu lo beli es krim, gue emang di ajak anak kecil itu buat ikutin dia katanya mau main bareng. Tapi, gue malah di dorong."
Sean mengalah dan mengangguk sembari menggenggam tangan Harvey. "Kamu ingat ciri-ciri anak itu?"
Harvey melengkungkan bibirnya ke bawah. "Enggakk, gue cuma tau dia cewek soalnya rambutnya digerai panjang terus pake dress. Mukanya gue gak tau," sedih Harvey membuat Sean ingin tertawa karena muka Harvey saat ini sangatlah lucu, tapi ia tahan tidak ingin Harvey marah kepadanya.
"Asal kamu tidak membenci saya tidak apa-apa, nanti biar saya urus siapa anak kecil itu," ucap Sean.
"Gak usah, itu udah kejadian dulu. Gue mau lupain kecelakan itu," balas Harvey sembari menatap Sean.
"Kamu hanya ingat memori saat itu saja? Tentang kita kamu tidak ingat?" tanya Sean sedikit berharap.
Harvey tidak menjawab melainkan malah mendekat dan memeluk Sean dengan mendudukkan dirinya dipangkuan Sean yang membuat Sean paham dan membalas pelukan Harvey.
"Jangan dipaksa ingat, nanti kamu jadi sakit lagi, saya yang kacau," peringat Sean dan dibalas anggukan oleh Harvey.
Sean senang dengan sifat clingy Harvey saat ini. Setelah kejadian semalam, Harvey menjadi sangat manja kepadanya. Tentu saja, Sean menerima sifat Harvey dengan tangan terbuka.
"Mau tidur lagi? Jadwal janji sama butik jam delapan," tawar Sean.
Harvey menggeleng dan tetap bersandar pada dada bidang Sean. Tangan Sean sedari tadi juga terus mengusap punggung Harvey.
Abis dikasih ingetan itu kenapa rasanya gue semakin gak rela buat jauh dari Sean?, batin lirih Harvey merasa aneh dengan dirinya.
***
AAA MAAF GAISSSS
ternyata aku mulai sibuk huhuu, jadinya malah seminggu sekali updatenya :(( padahal mau rajin kayak dulu lagiii
doain ajaa biar sibuknya cepet ilang trus aku apdet seminggu lebih dr 1x
met malming yagesyaaa, babayy!!
thanks udah vote dan komenn, lop yuuu ♡♡♡
see u next page yap!
KAMU SEDANG MEMBACA
Gue Figuran? | END
Teen Fiction⚠️ Warning 18+ | in revision Grace Aradina Diandra adalah seorang mahasiswa yang mengalami transmigrasi ke dalam dunia novel dan menjadi seorang figuran yang namanya hanya disebutkan untuk menjadi pelengkap cerita. Figuran yang menyebalkan dan membu...