Page Twelve

27K 1.9K 2
                                    

12. Deep talk with Kevan?

Bel pulang sekolah baru saja berbunyi lima menit yang lalu. Harvey kini berjalan bersama Kevan, walau ada Inti Lion Cave beserta Ayanna di rombongan mereka. Kevan menggenggam tangan Harvey, sementara mereka berdua berada di barisan paling belakang.

Sebetulnya, Harvey malas berurusan dengan Inti Lion Cave lagi. Namun, motor Kevan terparkir bersama motor teman-temannya itu, jadi Harvey harus ikut serta.

"Ada yang bisa anter Ayanna?" tanya Erlang sambil melihat layar ponselnya.

"Mau kemana, lo?" tanya Kevan sambil menarik motornya dan mulai menyalakannya.

"Nyokap," jawab Erlang singkat. Teman-temannya langsung mengerti karena mereka sudah tahu tentang masalah keluarga masing-masing.

"Maaf, gue gak bisa. Lo semua juga udah tau gue selalu kemana setelah sekolah," ucap Digo dan yang lain mengangguk mengerti.

"Gue juga gak bisa. Nyokap gue rewel banget hari ini," ungkap Deri sambil menaiki motornya.

"Maaf, bos. Gue juga gak bisa," sahut Jose dengan nada sedikit bersalah.

"G-gak usah anter Aya, Kak. Ay-aya bisa pulang sendiri, kok," cicit Ayanna.

"Bagus tuh," celetuk Harvey membuat Inti Lion Cave menatapnya tajam, kecuali Kevan. Ayanna mencengkeram ujung roknya, berusaha menahan perasaannya.

"Rak," panggil Erlang, mengarahkan pandangan ke Raka yang belum menjawab.

"Gak u-usah, Kak. Terima kasih, ya, udah mau nawarin," sahut Ayanna, tersenyum kecil ke arah Erlang. Ia mulai melangkah pergi, tetapi lengannya tiba-tiba ditahan Erlang.

"Rak!" Erlang memanggil lagi, kali ini dengan nada lebih tegas.

Raka menghela napas berat. "Naik, gue anter."

"Lo dianter sama Raka, ya. Maaf, gue gak bisa kali ini," ucap Erlang pada Ayanna dengan nada menyesal.

"Udah jelas, ayo cepat pergi," desak Harvey, merasa muak dengan drama Ayanna.

"Iya," sahut Kevan sambil menyalakan motor. "Gue duluan, udah ada yang rewel."

"Gih, gue juga males ngeliat muka adek lo," sindir Digo.

"Gue juga gak sudi liat muka jelek lo, bikin mimpi buruk," balas Harvey, lalu Kevan segera menggerakkan motornya untuk menghindari perdebatan lebih lanjut.

"Makan, nih!" seru Harvey sembari menunjuk jari tengahnya ke arah Inti Lion Cave, kemudian tertawa puas melihat reaksi mereka.

"Suka banget lo bikin orang emosi," goda Kevan sambil tertawa kecil.

"Temen lo yang bikin gue emosi, kecuali Raka," ujar Harvey dengan nada sinis.

"Demen sama Raka, ya?" Kevan menggoda.

"Enggak. Cuma dari semua temen lo, cuma Raka yang netral sama gue," jawab Harvey. Kevan mengangguk setuju, mengerti maksud Harvey.

Setelah sejenak menikmati semilir angin sore, Kevan bertanya, "Mau kemana lagi nih?"

"Mau cari telur gulung, Van," jawab Harvey, sedikit berteriak karena suara bising jalanan.

Kevan mengangguk dan mulai mencari pedagang telur gulung yang diminta Harvey. Setelah berkeliling beberapa menit, mereka akhirnya menemukan pedagang telur gulung di dekat taman mansion Kevan.

"Mang, beli dua puluh ribu," pesan Harvey sambil turun dari motor Kevan.

"Siap, Neng!" sahut penjual dengan ramah, mulai menggoreng telur gulung untuk Harvey.

Gue Figuran? | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang