Page Twenty Nine

31.4K 1.8K 4
                                        

29. A Day with Sean 3/3

Pukul tujuh pagi, Harvey sudah terlihat siap dengan dress selutut berwarna pastel yang membuatnya terlihat anggun. Di sampingnya, Sean hanya mengenakan celana panjang dan kaos hitam sederhana, tetapi aura karismatiknya tetap terpancar. Meski berpakaian kasual, keduanya terlihat serasi, seolah saling melengkapi.

Sebelumnya, Harvey sempat ketiduran dalam pelukan Sean. Ia baru dibangunkan sekitar pukul enam pagi karena mereka harus menempuh perjalanan selama kurang lebih satu jam menuju butik. Letak mansion Sean yang jauh membuat mereka harus berangkat lebih pagi. Harvey berencana memilih pakaian yang cocok untuk acara makan malam dengan orang tua Sean malam nanti.

Di dalam mobil, supir Sean mengemudi dengan tenang, sementara Harvey sibuk memandangi pemandangan pagi dari balik jendela. Di sisi lain, Sean tampak fokus pada iPad-nya, lengkap dengan berkas-berkas yang tersusun rapi di pangkuan dan kursi di sampingnya. Earphone yang terpasang di telinganya menandakan bahwa ia sedang dalam meeting online.

Rasa bosan mulai merayap di benak Harvey. Ia menggeser posisinya mendekati Sean, penasaran dengan apa yang sedang dikerjakan pria itu. Ia melongok ke arah layar iPad, memperhatikan berbagai grafik dan wajah-wajah serius peserta meeting di layar. Sean yang menyadari keberadaan Harvey tersenyum tipis tanpa menghentikan pekerjaannya. Tangannya terangkat untuk mengusap kepala Harvey dengan lembut, membuatnya tersentak kecil.

Tindakan itu membuat peserta meeting yang lain bingung. Mereka saling bertukar pandang, penasaran kenapa Sean mendadak menggerakkan tangannya ke luar frame kamera. Harvey yang tak ingin terlihat segera menjauh, duduk tegak dengan pipi yang memerah.

Dia menghela napas dan mengambil ponselnya. Jarinya mulai mengetik balasan pada pesan-pesan dari sahabat-sahabatnya yang sejak tadi membanjiri grup chat mereka.

Pikirannya melayang sejenak. Meski ia berusaha santai, ada sedikit rasa gugup menyelinap di dadanya. Ini pertama kalinya ia benar-benar terlibat dalam kehidupan pribadi Sean dan itu bukan hal yang kecil.

Sean yang selesai berbicara dalam meeting, melepaskan salah satu earphone-nya dan menoleh. "Gugup?" tanyanya singkat, suaranya rendah namun penuh perhatian.

Harvey menoleh, mengangkat bahu. "Dikit," jawabnya jujur sambil menyisipkan senyum kecil.

Sean hanya tertawa ringan, menepuk lututnya, seolah memberi isyarat bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Mobil terus melaju, membawa mereka lebih dekat ke butik tempat cerita baru mereka akan dimulai.

***

"Bagus yang mana?" tanya Harvey sembari mengangkat dua baju berbeda yang baru saja dipilihnya. Sorot matanya meminta pendapat Sean dengan harapan kali ini jawabannya lebih spesifik.

Sean menatap pakaian tersebut sejenak sebelum menjawab singkat, "Semuanya bagus."

Harvey menghela napas panjang, bingung. Kenapa sih cowok selalu bilang semuanya bagus? pikirnya kesal namun maklum. Akhirnya, ia memutuskan mencoba kedua pakaian itu di ruang ganti, memfoto dirinya mengenakannya, lalu mengirimkannya ke grup para sahabatnya untuk meminta pendapat.

Beberapa menit kemudian, balasan dari sahabat-sahabatnya masuk. Harvey tersenyum puas membaca pendapat mereka yang membantu dirinya memilih dengan lebih yakin. Setelah selesai berbelanja dan membayar semua pakaian yang diinginkannya, Harvey dan Sean menuju tujuan berikutnya: nail salon.

Di salon itu, Harvey duduk santai membiarkan tangannya dirawat dan kukunya dipercantik dengan nail art sederhana. Sementara itu, Sean sibuk dengan iPad dan tumpukan dokumen di pangkuannya. Meski hari ini adalah Minggu, Sean tetap menjalankan meeting online tanpa henti.

Gue Figuran? | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang