Page Twenty Four - Twenty Five

24.5K 1.6K 3
                                    

24-25. Rencana

Hari berganti, kini hari Sabtu telah tiba. Ini adalah hari di mana kecelakaan Kevan terjadi dan beberapa hari terakhir hubungan Erlang dengan Ayanna tampaknya semakin dekat, bahkan terkesan lengket. Jika ada Erlang, pasti ada Ayanna, dan begitu pula sebaliknya. Akibatnya, Harvey dan teman-temannya lebih memilih menghabiskan waktu istirahat di kafe ketimbang ke kantin.

Saat itu, Harvey sedang berdiri di pintu kamar Kevan, menyenderkan tubuhnya dan menyilangkan tangan menatap Kevan yang tengah bersiap memakai jaket kebanggaan Inti Lion Cave.

"Balapan lo?" tanya Harvey membuka percakapan.

"Iya," jawab Kevan singkat.

"Gue sama Fanya ikut," ucap Harvey memberitahu.

Kevan mengernyitkan dahinya. "Nggak, lo di rumah aja."

"Gue ikut sama Fanya," tekan Harvey.

"Mau ngapain lo?" tanya Kevan heran karena adiknya yang kukuh ingin ikut.

"Kepo, intinya gue mau ikut sama Fanya," jawab Harvey.

"Emang Fanya mau?" tanya Kevan lagi mengingat beberapa hari terakhir Fanya terlihat semakin menghindari Erlang.

"Mau, gue udah dapet persetujuan sebelum bilang ke lo," jelas Harvey membuat Kevan menghela napas.

"Terserah lo, asal pake baju yang bener dan harus deket gue terus," ucap Kevan seraya mengambil kunci motornya.

"Iya, thanks."

"Lo udah tau tempatnya, kan?" tanya Kevan.

Harvey mengangguk. "Gue duluan ke sana. Pas lo udah sampe, langsung samperin gue," lanjutnya.

Harvey hanya mengangguk dan Kevan mengusap rambutnya. Kemudian, Kevan berjalan menuju garasi, sementara Harvey segera bersiap dan memberi kabar kepada Fanya bahwa dia akan menjemputnya.

***

"Lo kenapa ngajakin gue? Biasanya sama Thea," tanya Fanya begitu sudah duduk di kursi penumpang mobil Harvey.

"Sesekali, bosen Thea terus," jawab Harvey sambil melaju membelah jalanan yang mulai ramai.

Fanya terkekeh. "Bener juga, gue kalau jadi lo juga bosen. Sama Xiao, Ruka aja gue bosen."

Harvey ikut terkekeh pelan. "Itu yang gue rasain."

"Gue baru tau lo suka nonton balap liar, Vey," kata Fanya penasaran.

"Biasa aja, gue nonton karena khawatir sama Kevan. Perasaan gue nggak enak dari tadi," jelas Harvey sambil memandangi jalanan dan mencari belokan yang akan dilalui.

Suara helaan napas terdengar. "Enak bener kalau ada saudara. Anak tunggal kayak gue jadi kesepian, untung nyokap selalu di rumah," keluh Fanya terdengar sedikit iri.

"Lo kan bisa panggil gue atau yang lain buat main," jawab Harvey sesekali melirik Fanya.

Fanya mengangguk pelan. "Btw, beneran nggak ada Erlang, kan? Gue males kalau ketemu, apalagi di sekolah dia selalu natap gue. Bikin salting, njir. Kalau gue gagal move on, gimana?"

Gue Figuran? | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang