Page Fourty

17.6K 1.1K 17
                                    

40. Picnic Day

Setelah menyelesaikan persiapan untuk piknik besok, Harvey tengah melamun sambil berdiri menatap pemandangan di depan dari balkonnya.

Harvey tengah memikirkan tindakan Kevan tadi di supermarket. Ia sudah menanyakan mengapa Kevan membantu dan hanya dibalas dengan ucapan "kepo lo".

"Tapi, dari tatapannya biasa aja," gumam Harvey.

"Terserah, yang penting gue udah dikasih tau endingnya," lanjutnya kemudian.

"Kenapa, hm?" bisik seseorang di kuping Harvey membuat dirinya tersentak.

Tangannya bergerak meninju perut seseorang itu dan dibalas kekehan ringan.

"Suka banget lo nongol tiba-tiba," gerutu Harvey dan kembali menghadap ke depan.

Seseorang itu alias Sean tersenyum, tangannya memeluk Harvey dari belakang serta dagunya bertumpu pada kepala Harvey.

"Ending apa?" tanya Sean.

"Hidup gue," jawab Harvey seadanya.

Sean tersenyum geli lalu memeluk Harvey erat. "Miss you."

"Lebay, kita cuma gak ketemu tujuh jam," sinis Harvey.

"Saya setiap saat selalu rindu kamu," balas Sean membuat Harvey mendengus tak tau mau menjawab apa lagi.

Suasana menjadi hening kembali, mereka berdua sama-sama menatap pemandangan di depan. Harvey dengan pikirannya yang bercabang dan Sean yang ... entahlah ia memikirkan hal yang cukup rumit, seperti akan menikahi Harvey kapan atau memikirkan rumah tangga bersama Harvey nanti, memang dasarnya Sean ini budak cinta.

Harvey melepaskan pelukan pada pinggangnya dan memutar badannya menghadap ke arah Sean sembari menatap lelakinya lekat.

"Gue masih gak nyangka hidup gue seribet ini," ungkap Harvey tiba-tiba merasa melow.

"Tapi, gue bersyukur setelah ngelewatin semuanya gue masih bisa berdiri tegak, apalagi sekarang ada lo," lanjutnya.

"Yah, walaupun belum sampai happy ending," sedih Harvey sambil bersandar pada pagar atau pembatas balkon, sedangkan Sean mengurung Harvey dengan kedua tangan yang bertumpu pada pembatas balkon.

Sean tersenyum guna menenangkan gadisnya itu, tangan kanannya bergerak menata rambut Harvey dan menyelipkan ke belakang telinga Harvey.

"Kamu tidak perlu khawatir, saya selalu ada di sisi kamu," ucap Sean dibalas senyuman oleh Harvey.

"Bener, di sini gue ada lo sama semuanya. Waktu gue jadi Grace, gue bener-bener gak ada temen satu pun, kayak lo," kekeh Harvey diakhir kalimatnya.

"No, saya juga ada teman. Hendery contohnya," bela Sean tidak setuju.

Harvey mengangguk tetapi tetap tertawa kecil. "Iyaa. Hidup gue jadi Grace enak, tapi banyak gak enaknya. Kena teror terus-terusan, dikasih ancaman beberapa kali, orang tua jarang di rumah. Jadi, kalau gue mikir Grace nakal itu wajar karena hidupnya emang sekacau itu. Btw, Grace sekarang di mana, ya?"

Sean menyimak dengan tenang sembari menatap Harvey yang tengah menatap samping dengan pandangan menerawang.

"I don't know, baby," balas Sean.

"Maksudnya, dia beneran meninggal atau dikasih kesempatan lagi?" Harvey menghembuskan napasnya, "lupain, otak gue mau meledak mikirin itu."

Sean terkekeh pelan, siapa yang tanya, siapa juga yang pusing. Gadisnya ini memang luar biasa.

Gue Figuran? | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang