Page Ten

31.4K 1.9K 1
                                    

10. Strangers

Langit malam yang cerah dihiasi oleh bintang-bintang, memberikan suasana yang damai dan memesona. Udara dingin malam itu terasa menyelinap, menambah kesan tenang di bawah sinar bulan yang seolah sedang bercerita tentang malam. Di jalanan yang lengang, seorang gadis berjalan sambil menendang-nendang batu kecil di sepanjang jalur trotoar yang ia lewati. Gadis itu adalah Harvey.

Setelah bersusah payah mendapatkan izin untuk keluar, dia akhirnya bisa pergi ke minimarket yang jaraknya cukup jauh dari mansion. Harvey merasa bebas untuk sejenak dari tekanan hidup sehari-harinya di mansion itu. Sambil menikmati es krim yang baru saja ia beli, Harvey berjalan menuju taman kecil di dekat minimarket tersebut, mencari tempat yang tenang untuk berpikir dan menikmati suasana malam.

Setibanya di taman, ia duduk di salah satu ayunan yang ada di sana. Dia membiarkan ayunan itu bergerak pelan, sambil matanya mengamati sekitar. Beberapa orang masih duduk di bangku taman, namun Harvey tak terlalu peduli. Yang ia butuhkan saat ini hanyalah waktu untuk sendiri. Harvey mulai tenggelam dalam pikirannya, mengingat detail adegan dari novel yang dia ketahui, mempersiapkan langkah-langkah apa saja yang harus dia ambil ke depannya.

Di tengah lamunannya, ponsel Harvey bergetar. Pesan dari Fanya muncul di layar.

| Besok lo jadi nebeng gue? |

| Iya, jadi. |

| Sip. Gue nanti otw ke rumah lo jam tujuh. |

| Thanks. |

Harvey tersenyum tipis sambil mengetik balasan singkat. Rencananya, besok dia dan Thea memang akan menumpang mobil Fanya karena bila sesuai alur novel Kevan akan mengantar Ayanna pulang—alasan yang kabarnya adalah karena ibu Erlang sedang sakit dan masuk rumah sakit. Dalam hatinya, Harvey sudah bertekad untuk meminta Kevan mengajaknya keliling kota saat mereka pulang. Rencananya sederhana, ia hanya ingin memastikan tidak ada momen antara Kevan dan Ayanna yang bisa membuat perasaan Kevan beralih. Harvey harus memastikan Kevan tetap fokus padanya.

Sret.

Harvey tersentak. Ada seseorang yang tiba-tiba menariknya dari belakang, memeluknya begitu erat hingga ia tidak bisa bergerak sejenak. Tanpa menunggu, Harvey segera mendorong orang itu menjauh dengan refleks.

"Apa-apaan lo?" sergahnya dengan nada ketus, menyadari bahwa orang itu adalah pria asing.

Pria itu menghela napas dalam. "Kamu nggak ingat sama aku?"

Harvey menatap pria itu dengan tatapan tajam. "Jelas nggak!" katanya ketus.

Ekspresi pria itu berubah, ada kesedihan yang tampak di wajahnya, membuat Harvey sejenak merasa bersalah. Dalam hatinya, Harvey mulai bertanya-tanya, apakah pria ini ada kaitannya dengan Harvey yang asli? Mungkin bagian dari masa lalu yang selama ini tersembunyi?

"Kamu... benar-benar nggak inget sama aku?" tanya pria itu lagi, kali ini suaranya terdengar lebih lembut.

"Iya, gue nggak kenal lo. Mungkin lo salah orang," balas Harvey, meskipun ada sedikit keraguan yang terlintas di pikirannya.

Pria itu menggeleng pelan, lalu tersenyum lemah. "Aku nggak mungkin salah orang. Kamu ini Harvey Grace Madeline Davies, kan?" katanya dengan yakin.

Gue Figuran? | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang