PART 6

3.7K 506 28
                                    


"Kita akan bahas PR yang kemarin. Nama yang dipanggil harap maju ke depan untuk menuliskan pekerjaannya di papan tulis."

Pram yang tadinya siap mendengarkan celotehan guru tentang sejarah, langsung menegakkan punggung saat melihat seorang guru yang masuk. Dia memang belum lama di sekolah ini, tapi sudah lumayan hapal guru-guru mata pelajarannya.

"Prameswada ... Alinea ... Tian... "

Miki di sebrangnya mengeluarkan suara tawa yang tertahan sembari melirik Pram yang namanya pertama dipanggil. Apes banget.

"Matematika?" Pram melebarkan mata, melirik Miki.

"Salah lagi?" Miki balik bertanya, matanya ikut melebar.

Pram melirik ke depan, yang lain sudah maju. Miki yang paham, memberikan bukunya. Tapi Pram menolak.

"Maaf, Bu, saya anak baru, lupa jadwal," ucapnya sembari mengacungkan tangan.

"Kamu gak tulis jadwal pelajaran, Pram?" Gurunya bertanya.

"Tulis, Bu, tapi salah liat, maaf."

"Ya sudah, perhatikan ke depan supaya kamu tetep ngerti."

"Iya, Bu." Pram menghela napas, untung gurunya baik.

"Dua kali lo lupa jadwal," Miki berbisik, "kalo pas pelajaran bahasa. Lo gak akan ditoleransi."

Pram mengedikan bahu. "Lupa, manusiawi," sahutnya santai, berbisik juga. Padahal dalam hati, lagi-lagi merutuki sifat pelupanya yang terasa semakin parah.

-

"Deki udah beliin kita makanan. Gak usah ke kantin."

Miki berkata sembari merangkul Pram. Alex berjalan di belakang mereka. Mereka melangkah menuju pintu keluar.

Di bangkunya, Dante mendengar.

"Ngapain Deki beliin kita makanan? Dan, emang gue diajak juga?" tanya Pram.

Alex mensejajarkan langkah, ikut merangkul bahu Pram. "Jelaslah diajak, Pang. Lo, kan, udah jadi anak tongkrongan kita. Deki emang baik, di beberapa waktu dia selalu traktir," katanya," kadang makanan luar sekolah, yang enak-enak. Lo mau apa aja pasti dibeliin. Apalagi kalo kita baru dapet order."

"Order?"

Miki mengangguk. "Jasa dekeng," sahutnya diiringi senyum.

Alex juga tersenyum.

Pram tak mengerti. "Gue gak ngerti."

"Nanti lo pasti ngerti."

Di gedung kosong kemarin, sudah ada Deki dan beberapa orang anggota gengnya. Meja-meja disatukan di tengah ruangan, ada berbagai macam makanan yang tersaji: junkfood, cemilan, dan minuman-minuman dengan merk yang tak dijual di sekolah.

"Lama banget lo pada, udah mau diabisin sama si Cipong, tuh."

Seseorang bertubuh gempal sedang mengunyah burger dan meminum cola.

"Makan, Pang, jangan sungkan," kata Deki.

Yang lain ikut mempersilahkan. Ada lebih dari lima orang di sana, selain dari Pram, Miki, dan Alex.

-

Lama-kelamaan dengan mereka, Pram bisa berbaur juga akhirnya. Sudah bisa membalas candaan dan ikut tertawa, mengobrol seputar bola atau wanita. Geng Deki tak seburuk kesan pertamanya.

Brukk... Sebuah kursi yang tadinya menangkup di atas meja pojok, tiba-tiba terjatuh. Pram yang sedang mengunyah burger, melirik kaget.

Yang lain sepertinya sudah biasa, hanya memelankan tawa dan menghela napas, lalu beranjak, membereskan bekas-bekas makanan.

PUNK (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang