Pram pulang. Tempat parkir kendaraan di luar rumah, kosong. Tentu mereka semua ada di rumah sakit. Dia masuk ke dalam rumah.
"Mas Pram."
Bibi memanggil, keluar dari arah ruang makan. "Gimana keadaan Mas Dante?" perempuan paruh baya itu bertanya dengan raut wajah khawatir.
"Mm?" Alis Pram naik. "Ah, aku belum liat Dante, Bi," sahutnya kemudian.
"Hooo, saya kirain Mas Pram dari rumah sakit. Tadi Ibu buru-buru pergi. Katanya Mas Dante kecelakaan."
"Iya, aku gak sempet ke rumah sakit, kayaknya besok ke sana."
"Oh, gitu... Mas Pram udah makan? Kalo belum, Bibi bikinin. Mau makan apa? Bibi gak masak, soalnya kata Ibu, semuanya bakal nginep di rumah sakit."
"Aku udah makan kok, Bi."
"Mau cemilan?"
"Nggak, masih kenyang, Bi."
"Kalo mau cemilan. Panggil Bibi, ya."
"Iya, Bi, makasih. Aku ke atas dulu, ya."
Pram melanjutkan langkah.
Sampai di kamar, setelah menutup pintu, dia mengembuskan napas panjang, melepaskan tas, lalu melangkah ke arah jendela. Duduk di kusennya.
Demon, sialan! Segala tindakan mengandung dosa, yang sudah Pram lakukan, jadi sia-sia semuanya. Kacau!
Pram membuang napas keras. Turun dari kusen, menghampiri tasnya, mengambil handphone. Suasana hatinya sedang tak karuan, biasanya duduk di kusen jendela bisa membuatnya tenang, tapi sekarang tidak.
Sejak tadi handphonenya tersimpan begitu saja di dalam tas. Saat dibuka, ada beberapa panggilan dari Erik dan juga Yoyo, ada pesan juga dari temannya itu. Mengirim sebuah foto, hasil menjepret dari jarak beberapa meter.
Mirip, kan? Kalo liat langsung, miripnya lebih keliatan, Pang. Ada om lo juga yang udah jalan duluan. Beneran nyokap lo, kan?
Pram melebarkan foto itu, melihat lebih dekat orang yang ada di dalam foto. Cantik. Yang dia lihat di bingkai foto di rumah nenek dulu; perempuan itu berambut panjang, sekarang rambutnya sebahu. Vina semasa kuliahnya dulu dan yang sekarang ini, sepertinya tidak banyak menua.
Pram tersenyum getir.
-Makasih, Yo-
Dia membalas singkat lalu mematikan handphone. Pram tidak akan menangis! Yang kemarin itu hanya sekadar emosi.
-
Pagi-pagi sekali Pram sudah siap berangkat ke sekolah. Rumah sepi. Ruang makan kosong. Di parkiran depan garasi juga hanya ada motor Pram.
-
Anak-anak kelas sedang ribut perihal menengok Dante, pulang sekolah nanti. Miki, Alex, dan Pram hanya diam, tidak ikut berembug, hanya mendengarkan dengan seksama. Yang teman-temannya tahu, Dante kecelakaan. Berarti, kejadian kemarin aman, tidak ada yang tahu cerita aslinya.
"Kantin, ayok," ajak Miki.
"Tapi belom istirahat," sahut Pram.
"Ah, gak da guru ini."
"Tugasnya?"
"Tar aja." Miki melirik Alex, menggerakkan kepala sebagai isyarat ajakan untuk pergi.
Alex beranjak.
Mereka bertiga keluar kelas. Tidak ada Dante, tidak ada yang akan menegur. Jikapun Dante ada, paling dia hanya akan melaporkan mereka ke wali kelas secara diam-diam. Dante seperti sudah malas ngomong sama Alex, Miki, dan Pram.
KAMU SEDANG MEMBACA
PUNK (Selesai)
General Fiction**Jangan plagiat nyerempet copy paste** Pernah dengar tentang cerita seorang anak haram, anak hasil selingkuhan, atau anak yang tak diinginkan, yang dibenci, dicaci, diperlakukan seenaknya. Tapi dia hanya menerima saja, tetap bersikap baik walaupun...