Dari rumah, Pram berangkat sekolah seperti biasa. Dia pergi setelah meminum obatnya.
Karena masih terlalu pagi, Pram nongkrong dulu di tempat ngopi pinggir jalan yang jauh dari sekolah. Agak siang, dia berpindah ke minimarket, meminjam toilet untuk mengganti celana sekolahnya dengan jeans yang dia bawa. Setelah itu, Pram nongkrong lagi sebentar di depan minimarket itu sampai pukul 09.30, baru dia berangkat menjemput adik Deki.
Saat Pram sampai, Biel sudah ada di pos satpam; menunggu Pram tiba. Pram disambut dengan senyuman senang dari bocah itu. Semangat sekali dia akan bertemu Deki.
"Ngomong-ngomong boleh aku tahu, mata Kakak kenapa?"
"Gue lagi sakit mata. Lo ada helm?"
"Ada."
"Ambil, gue gak bawa helm dua."
Biel kembali masuk ke dalam gerbang rumahnya.
"Lo bisa bawa motor, gak?" tanya Pram.
Biel menggeleng.
Pram menghela napas pelan. "Yaudah, naek," titahnya. Tadinya jika Biel bisa membawa motor, Pram akan menyerahkan motornya itu pada Biel. Kepalanya terasa pusing sejak semalam, takutnya dia bawa jatoh anak orang.
Sebelum ke rutan, mereka membeli makan terlebih dulu. Biel yang memilih makanannya, katanya dia beli makan kesukaan Deki. Yang Pram tahu hanya mie setan dan americano, tapi ternyata bukan hanya itu yang Deki suka. Biel berceloteh sembari mereka menunggu makanan-makanan yang dipesan. Dia sepertinya tahu banyak tentang Deki, ya, Biel mengakui sendiri diam-diam dia selalu memperhatikan kakak tirinya itu.
"Gue bawa motornya pelan ya, agak pusing nih pala," kata Pram.
Mereka keluar dari sebuah tempat makan.
"Kak Pang, lagi sakit? Yah, gimana, dong. Kita pulang lagi aja kalo gitu. Besok-besok lagi aja nengok Kak Deki-Nya. Aku telepon supir di rumah buat ke sini biar anter Kak Pang pulang, ya. Nanti motor Kak Pang biar dibawa sama supirku. Aku gak bisa bawa motor, tapi bisa kalo bawa mobil."
"Gue gak pa-pa. Lo diem. Makin lo banyak omong, pala gue makin pusing."
Bibir Biel mengatup.
Pram memakai helm, menyalakan motornya.
Tadi di perjalanan, Biel tidak banyak bicara, karena Pram juga sudah menjelaskan sebelumnya, kalau dia punya gangguan pendengaran. Suara Biel tidak akan begitu jelas terdengar saat alat di telinganya tertutup helm ditambah suara kendaraan lain yang berisik. Jika Biel ngomong saat Pram berkendara, itu akan sulit tertangkap. Biel mematuhi, dia diam, ya anaknya pun memang terlihat tipe tidak banyak bicara. Tapi pas Pram buka helm, ternyata adik tiri Deki itu cukup banyak omong.
Sepanjang jalan, Pram memikirkan kalimatnya yang diucapkan pada Biel tadi. Lupa kalau ini baru pertemuan kedua mereka. Biasanya Pram tidak se-frontal itu pada orang yang baru dikenal. Mungkin ini karena dua faktor: 1. Pram lagi pusing, dan, 2. Biel mengingatkannya pada Dante, entah, padahal mereka tidak mirip dan sifatnya pun sepertinya berbeda.
"Maaf kalo cara ngomong gue tadi kasar. Lo bikin gue inget sama sodara gue, yang cara ngomong gue ke dia, ya kayak gitu," Pram berucap setelah membuka helm.
Mereka sampai di tempat tujuan.
Biel mengangguk. "Aku gak masalah," sahutnya diakhiri senyum.
Pram pun memberikan senyuman tipis sekilas, kemudian mengajak Biel masuk. Setelah melalui beberapa prosedur berkunjung, mereka diberi kalung pengunjung, mengambil barang bawaan yang sudah di-scan kemudian berjalan masuk menuju aula tempat pertemuan. Biel tak henti menengok kanan-kiri, menilik tempat itu. Ini pertama kalinya dia menginjak rutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
PUNK (Selesai)
General Fiction**Jangan plagiat nyerempet copy paste** Pernah dengar tentang cerita seorang anak haram, anak hasil selingkuhan, atau anak yang tak diinginkan, yang dibenci, dicaci, diperlakukan seenaknya. Tapi dia hanya menerima saja, tetap bersikap baik walaupun...