Dante sampai rumah saat gelap malam sudah pekat. Ayunan langkahnya pelan. Ada Jhona dan Pram di teras, pandangan mereka sedang tertuju padanya.
Jhona berdiri. "Lo abis dari mana, sih, Dek?" tanyanya dengan rauh wajah khawatir.
"Kan, gue udah bilang, Bang, dari rumah temen."
"Emang lo punya temen?"
Suara menyebalkan Pram, membuat Dante melirik. Perasaannya campur aduk saat melihat wajah itu.
"Gue masuk dulu, ya, Bang." Dante tidak menyahut perkataan Pram, dia melangkah menuju pintu, membukanya dan masuk.
"Menurut lo dia dari mana?" Jhona bertanya pada Pram yang tengah duduk, menyandarkan punggung pada sandaran kursi.
"Mana gue tahu," sahut Pram, kemudian dia beranjak. "Gue tanya, dah."
Jhona menarik baju Pram yang melewatinya. "Heh, gak usah! Biarin dia istirahat."
"Dari pada penasaran."
"Ya, jangan sekarang nanyanya."
Pram mendelik. Dia menepis tangan Jhona yang masih memegang ujung tangan kaos pendeknya, lalu melanjutkan langkah.
"Heh, jangan!" cegah Jhona. Kembali menarik kaos Pram.
"Apaan, sih, lo?! Gue ngantuk, mau tidur, gak boleh?! Gue bilangin Papa lo," ancamnya.
Jhona melepaskan ujung kaos Pram yang dia pegang. Mulutnya mendecak.
"Cepu," oloknya pelan.
--
--
Dante masih saja mendiamkannya. Pram tidak tahu kenapa, dia terlalu malas untuk bertanya. Yasudahlah, kalau bertanya, kesannya nanti dia peduli. Bodo amat, mau Dante menjauhinya atau... ah, tapi sialnya Pram merindukan perpustakaan. Kalau pergi ke tempat adem itu, nanti dia disangka ikutin Dante.
Dua hari ini Pram jadi menghabiskan waktu istirahatnya di toko makanan sebrang gerbang sekolah. Mau pergi ke kantin, dia malas kalau nanti bertemu dengan gerombolan Rey.
Karena gabut sendiri, Pram meminta ditemani Odi, Yoyo, dan Ewin yang juga sedang menikmati waktu istirahat di kantin sekolah mereka.
Pram menyandarkan handphonenya pada botol minum.
Odi, Yoyo, dan Ewin di sana sedang duduk berjajar dengan makanan masing-masing. Sejak beberapa menit yang lalu mereka bercakap-cakap menceritakan tentang gosip-gosip terbaru yang ada di sekolah. Pram merespon sembari mengingat-ingat nama-nama yang digosipkan. Selain karena ingatannya sedang tidak baik, dari dulu juga Pram tidak banyak peduli pada teman sekolah yang tak dekat dengannya. Tidak banyak yang dia ingat.
Pukk... sebungkus roti terhempas ke atas meja, lalu duduk lah seseorang sembari meletakkan minumannya. Orang itu duduk di samping Pram, melirik kemudian mencodongkan badannya ke arah handphone.
"Temen lo?... Hai."
Dante menyapa sembari tersenyum lebar ke arah layar handphone.
"Gak usah sok akrab, lo bukan orang yang suka say hi." Pram meliriknya dengan ujung mata.
Teman-teman Pram yang terlihat di layar, langsung pada diam, menatap dengan penuh tanya.
"Gue Dante, saudara tirinya Pram. Salam kenal." Senyum Dante bertambah lebar.
Dari samping, Pram menatapnya dengan aneh. Sok akrab banget nih Lonte satu, lagi ketempelan setan mana?
"Oh, elo Dante, tuh. Gue Yoyo."
KAMU SEDANG MEMBACA
PUNK (Selesai)
General Fiction**Jangan plagiat nyerempet copy paste** Pernah dengar tentang cerita seorang anak haram, anak hasil selingkuhan, atau anak yang tak diinginkan, yang dibenci, dicaci, diperlakukan seenaknya. Tapi dia hanya menerima saja, tetap bersikap baik walaupun...