Pram pulang ke rumah. Rumah sepi; Dante masih berada di rumah sakit. Kata Erik, keadaannya baik hanya seperti biasa Alya meminta perawatan lebih sampai dia benar-benar sembuh.
Nunu mengantarkan sampai ke kamar. Tadi Erik ada di bawah dan mempersilahkannya masuk.
"Rumah sepi. Nyokap tiri lo, Dante, sama Jhona gak ada?" tanya Nunu.
Pram duduk di tepi ranjang. "Mereka masih di rumah sakit."
"Emang si Dante parah, ya? Waktu itu Demon bilang dia belum puas mukulin si Dante, keburu lo dateng."
Pram mengedikan bahu.
Nunu beranjak dari sofa, menghampiri meja belajar. Penasaran dengan apa yang menempel pada pintu lemari.
"Wahh... lo segininya." Nunu terperangah dan tergelak melihat jadwal pelajaran dan jadwal pemakaian seragam harian yang dibuat dengan tulisan tangan di lembar karton putih berukuran cukup besar, terpampang di pintu lemari buku.
"Mm." Alis Nunu terangkat, bibirnya terkatup, tatapnya bergeser pada meja belajar; di pojok meja itu ada dua kotak dengan note bertuliskan seperti aturan minum obat. Nunu membuka penutup kotak. "Obat apaan nih, Pang? Minum pagi, satu-satu. Minum pagi-malem, satu-satu. Jelas banget lo bikin aturan minumnya." Nunu membaca note yang menempel.
"Hh?" Kepala Pram terangkat. Punggungnya menegak.
"Banyak banget obat lo. Gue kira Bodrex doang yang suka lo minum." Nunu menoleh.
Tenggorokan Pram tiba-tiba terasa kering. Dia meneguk ludah. Mengambil botol airnya yang ada di atas nakas.
"Lo sakit apa?"
Pram meneguk minumnya. Lama. Mengundur jawaban. Nunu terus menatapnya--menunggu.
Tok... tok...
Pintu kamarnya terbuka, Bibi masuk dengan nampan berisi minum untuk Nunu.
"Minumnya, Mas. Mau cemilannya juga, gak? Bapak juga nanya mau diorderin makan, gak?"
Pram menurunkan botolnya dari bibir. "Bang, mau cemilan atau makan, gak?" tanyanya pada Nunu.
"Gak usah, Bi, makasih," Nunu menolak dengan lembut.
"Biar aku aja yang ngambil cemilan."
"Bibi aja. Mas Pram sama temennya mau cemilan apa?"
"Gak usah, Bi, minum aja cukup kok." Nunu tersenyum ramah.
Bibi melirik Pram.
Pram tersenyum. "Gak usah katanya." Dia memberikan senyum kaku, menghela napas samar.
"Oh, yaudah kalo gitu. Kalo mau, telepon aja, nanti Bibi yang ke sini."
Pram mengangguk. Bibi kemudian pamit keluar dari kamar.
"Pang, obat apaan?" Nunu mengulang pertanyaannya.
Masih menunggu jawaban lagi. Pram kembali mengangkat botol--minum.
"Abis, Pang. Minum udara lo?"
Pram melihat botolnya, sudah kosong ternyata. "Bukan apa-apa, Bang, obat biasalah," sahutnya.
Nunu mengkerutkan kening. "Ya, biasa tuh apa?! Gak jelas lo."
Pram mendecak. "Gue males ngomonginnya. Kalo lo penasaran tanya aja ke Bang Deki."
"Deki? Deki tahu?"
Pram mengangguk. "Baru-baru ini."
"Emang sejak kapan lo sakit?"
KAMU SEDANG MEMBACA
PUNK (Selesai)
General Fiction**Jangan plagiat nyerempet copy paste** Pernah dengar tentang cerita seorang anak haram, anak hasil selingkuhan, atau anak yang tak diinginkan, yang dibenci, dicaci, diperlakukan seenaknya. Tapi dia hanya menerima saja, tetap bersikap baik walaupun...