Ini hari kesekian setelah Pram pergi. Rasanya rumah kembali sepi. Padahal kalau di rumah pun, Pram juga paling hanya di kamar, tapi entah kenapa ketidakberadaannya sangat terasa.
Makanya, gimana bisa waktu itu dia bilang, kalau dia pergi gak akan berasa ada yang ilang.
Dante masuk ke dalam kamar Pram.
Ada yang berbeda dari kamar itu; bukan perbedaan mistis atau perbedaan yang negatif. Hanya perbedaan yang mereka ciptakan sendiri.
Dinding kamar Pram sekarang ramai, tidak sepolos sebelumnya.
Dante yang mengusulkan untuk mencetak semua foto di handphone Pram dan menempelkannya ke dinding. Karena jumlahnya yang banyak, walaupun Dante mencetak dalam ukuran kecil, dua baris dinding; sisi jendela dan sisi kepala tempat tidur, ya, tidak terpenuhi sepenuhnya, tapi foto-foto yang tertempel rapi itu cukup mendominasi dinding dan cukup untuk menjadi sorotan siapa saja yang pertama masuk ke dalam kamar itu.
Di atas kepala tempat tidur, ada foto yang terbingkai, ukurannya besar, itu adalah foto mereka saat waktu itu berfoto bersama di rumah sakit. Sayangnya, mereka berfoto di keadaan Pram yang tidak berdaya. Mereka baru sadar saat itu, ternyata mereka tidak punya foto bersama Pram. Makanya, keesokan harinya Jhona langsung mengambil kamera dari rumah dan meminta tolong kepada salah satu perawat pria untuk memotret keluarga lengkapnya. Mereka hanya punya itu sebagai foto kenangan bersama, tapi tak apa, foto itu akan mereka kenang selamanya.
Akta kelahiran Pram yang baru juga dibingkai rapi oleh Alya dan dipampangkan di dinding kamarnya.
'Prameswada Juanito Sukardjohan.'
Alya begitu menyukai nama itu (Di batu nisan pun nama lengkap itu yang tertulis), terlebih dalam selembar akta kelahiran itu ada namanya yang tertulis sebagai ibu.
Untuk kartu keluarga yang baru. Harusnya mereka melakukan pelaporan agar kartu keluarga mereka kembali diperbarui saat ada anggota keluarga yang meninggal. Tapi, Alya bersikeras untuk tidak dulu melakukannya. Jika memang diharuskan sekali untuk menggantinya, baru dia akan melepaskan kartu keluarga yang sekarang itu--yang tercantum nama Pram di dalamnya sebagai putra ketiganya.
Dante masuk ke dalam kamar Pram bermaksud untuk mengambil buku latihan soal yang waktu itu pernah dibawa oleh Pram.
Saat membuka lemari buku, Dante langsung menemukan buku yang dia cari, tersimpan di tumpukan buku paling atas dan Dante yakin Pram tidak pernah membukanya di rumah.
Saat Dante mengambilnya, selembar robekan kertas terjatuh.
Sepertinya Pram merobek salah satu bagian buku karya seseorang yang ada di perpustakaan, yang selalu dia ambil acak untuk alas tidur, yang selalu dia buka-buka dulu sekilas, baru dipake tidur.
Dante mendecih pelan. Orang itu main robek saja buku milik perpustakaan.
"Tuhan udah bukain lo pintu. Udah bahagia, kah, lo sama Tuhan, Pang? Dunia lo emang kejam, tapi yang benar-benar sayang sama lo bukan cuma Tuhan. Gue juga jadi bener-bener sayang sama lo, Mama, Bang Jhona, Papa juga. Kita kangen sama lo, Pang," kata Dante sembari menatap secarik kertas robekan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
PUNK (Selesai)
General Fiction**Jangan plagiat nyerempet copy paste** Pernah dengar tentang cerita seorang anak haram, anak hasil selingkuhan, atau anak yang tak diinginkan, yang dibenci, dicaci, diperlakukan seenaknya. Tapi dia hanya menerima saja, tetap bersikap baik walaupun...