PART 40

3.5K 507 32
                                    

(Bang, balik sekolah lo ada waktu gak? Ngopi sama gue, yok. Daerah Bogor.)

Pram mengirimkan pesannya setelah menimbang-nimbang lama. Dia kembali menyimpan handphone di kolong meja lalu memperhatikan guru di depan.

-

Mereka berdua sudah janjian bertemu di titik yang cukup jauh dari wilayah yang kira-kira akan terjangkau anggota geng Deki.

Pram sampai duluan, menunggu di depan supermarket yang ada di sekitar JL. Raya Bogor. Deki sampai di beberapa menit kemudian. Lalu dari sana mereka berkendara bersama, melewati kota Depok untuk menuju Kabupaten Bogor dan terus melaju sampai Simpang Ciawi. Pram memastikan Deki ada di belakang.

Mereka melewati pemukiman warga sebelum sampai di tempat tujuan: kedai kopi hutan pinus yang sering Pram kunjungi.

Keduanya memakai celana abu-abu dengan jaket yang melapisi seragam. Tidak ada yang tahu kalau mereka adalah anak sekolah ibu kota yang pulang sekolah alih-alih pulang ke rumah malah mangkir jauh.

"Enak, Pang, tempatnya adem," Deki berkomentar saat memasuki kedai itu.

"Lo tahu tempat ini?"

"Kayaknya Cipong pernah cerita, tapi gue males ke sini, jauh."

Pram terkekeh. "Tapi sekarang lo ke sini?"

"Ya, gimana lagi, gue kira lo gak akan bawa gue sejauh ini."

"Tapi lo nyesel gak?"

"Kagak lah."

"Pesen dah." Pram menyodorkan buku menu.

Mereka duduk di tempat kesukaan Pram; batas pagar yang langsung berhadapan dengan pohon-pohon pinus yang menghampar di bawah sana.

"Buka sampe malem nih?" tanya Deki.

Pram mengangguk. "Jadi santai aja kita, balik malem, biar adem."

"Besok sekolah," sahut Deki. "Ah, bolos aja dah," tambahnya kemudian.

"Bolos mulu. Lo ujian depan mata, Bang."

Deki mengangkat bahu. Tak terlalu peduli.

"Lo kemaren napa? Kata Ibu yang kerja di rumah lo, lo sakit."

"Ya, pusing doang biasa."

"Penyakit lo baekkan?"

Pram mengangguk. "Aman."

Deki mengeluarkan bungkus rokok. Menyulut sebatang dan mulai menghisapnya.

Pram lalu mengambil satu.

"Lo emang boleh ngerokok? Bukannya dilarang?"

"Kata siapa?"

"Gue liat aja di artikel tentang penyakit lo."

"Lo kepoin?"

"Dikit, penasaran."

"Gak pa-pa, gak sering ini." Pram mengambil pematik, menyalakan rokoknya.

"Silahkan, Mas." Seorang pelayan wanita menyajikan pesanan.

"Makasih."

Di atas meja kini ada Espresso milik Deki, coklat hangat punya Pram, dan beberapa makanan pendamping.

"Gue mau mie padahal," ucap Pram sembari memanjangkan tangan, meraih makanan.

"Kalo mau mie ke Puncak, Pang, bukan sini."

Pram memotong roti isi yang panjang itu lalu memakannya dengan garpu. "Bang, lo masih jual obat?" tanyanya, melirik Deki sembari mengunyah. Sudah beberapa lama mereka tidak saling bicara, terakhir saat Deki membawanya bepergian jauh tanpa wacana waktu itu.

PUNK (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang