PART 31

2.9K 456 20
                                    

Menguntit Dante bukan hal mudah. Pram juga harus memastikan Alex dan Miki tidak mengetahuinya. Dan beberapa hari ini, Pram tidak mendapatkan apa-apa, Dante sepertinya menghentikan dulu rencananya karena tahu diam-diam Pram mengikuti.

Karena tidak mendapatkan apa-apa, beberapa hari ini juga tidak ada yang dia tulis di buku hitamnya. Apa Pram sendiri yang harus ikut menyelidiki--apa yang sedang Dante cari? Tapi, Pram tidak ingat jalan menuju gang yang waktu itu.

Pram menggigit bibir dengan ujung pulpen yang mengetuk-ngetuk buku. Lalu punggungnya menegak. Aiihhh... bodohnya Pram, beberapa pagi di waktu itu, kan, Dante selalu menguntit Deki di gedung kosong.

Pram mengambil sticky note.

'Ke gedung kosong pagi-pagi buat liat Deki', tulisnya. Antisipasi jika tiba-tiba besoknya dia lupa.

--

Dari pagi sekali, Pram sudah duduk di balik pohon besar, bersandar pada badan pohon itu; menunggu Deki lewat. Banyak rumor yang mengatakan kalau pohon yang dia sandari ini adalah sarang hantu penunggu gedung kosong. Pram melihat ke atas pohon. Sebenarnya dia tidak begitu takut hantu, banyak manusia yang dia kenal yang lebih menyeramkan dari hantu.

Terdengar suara langkah, Pram menegak. Deki melangkah santai melewati pohon, berjalan menuju gedung kosong. Pram perlahan bergerak memutari badan pohon, berpindah posisi. Dia bersembunyi di balik pohon yang tak akan terlihat Deki, memandang punggung bos gengnya itu.

Deki melangkah ke sisi gedung; lahan kosong yang memisahkan gedung kosong dan gudang. Pram melangkah cepat, mengintip di dekat pintu gedung kosong.

"Dua biji," Deki bersuara.

Siswa yang tak Pram kenal itu memberikan uang setelah Deki memberinya sesuatu.

Pram langsung menarik kepala. Masuk ke dalam gedung kosong, naik ke atas meja yang berjajar di sana, berbaring di atasnya, memejamkan mata.

Suara langkah Deki yang memasuki gedung kosong, terdengar. Pram pura-pura tertidur.

"Pang!"

Matanya terbuka perlahan, dibuat sealami mungkin seperti beneran baru bangun tidur. Mata Pram menyipit, lalu dia menggeliat, mengeluarkan suara lenguhan panjang.

"Pagi-pagi udah tidur aja lo. Di sini lagi." Deki menghampiri.

Pram terkekeh. "Berangkat kepagian, masih ngantuk, yaudah ke sini numpang tidur."

"Tumben banget. Biasanya gak berani sendirian."

"Yaelah, gue bukan penakut sebenernya," kata Pram, sok-sokan, padahal dia memang tidak akan berani kalau masuk sini sendiri. Gedung kosong ini lumayan jauh dengan gedung lain. Sepi dan dingin.

-

Pram berjalan menuju kelas dengan Deki, lalu mereka berpisah di pertigaan koridor. Seperti biasa, setelah mendapatkan informasi, dia berbelok ke toilet. Duduk di atas penutup kloset. Lalu membuka tas, mengambil buku hitamnya.

Deki jual obat. Gak mungkin Bodrex. Pasti itu yang lagi Dante kumpulin buktinya. Lo harus pastiin Dante gak akan ngaduin itu ke guru.

Pram memasukkan kembali bukunya ke dalam tas. Mengembuskan napas panjang. Tetap duduk di sana sembari menatap lurus ke depan. Apa Dante tahu, ini tidak akan sama dengan pengaduan jasa dekeng mereka?... masalah ini akan ditindak serius. Tidak sesepele masalah tawuran.

-

Di basecamp, Pram tiduran dengan alat di telinganya yang dilepas. Dia ingin keheningan. Tidur menghadap samping dengan handphone di tangan, seolah sedang sibuk dengan benda itu, padahal Pram sedang memikirkan banyak hal. Layar handphonenya hanya memperlihatkan tampilan menu yang digeser-geser berulang.

"Aissshhh..." Pram mengernyit dalam, memejamkan mata. Tangannya terangkat, memijit kepala.

Dua buah obat tablet terlempar ke arahnya. Deki tersenyum di dekat meja, bersebrangan dengan Pram

"Makasih, Bang," Pram berucap sembari bangun, mengambil minum.

Deki dari golongan orang berada. Kenapa dia melakukannya? Dia tidak akan ada masalah dengan keuangan, tidak mungkin menjual obat hanya karena ingin uang. Dan Deki tidak terlihat seperti orang yang mengkonsumsi obat-obatan.

-

Pram mengetuk pintu kamar Dante.

Dia tidak melihat mobil Jhona, maka akan aman. Kamar Alya juga ada di ujung, suaranya tidak akan terdengar sampai sana.

Pintu terbuka, Dante memandangnya datar.

Pram melangkah melewati ambang pintu. Berdiri tepat di hadapan Dante.

"Gue tahu apa yang mau lo aduin. Mending lo udahan. Jangan berani ngebocorin ke guru. Ini masalah gede, gak sepele."

"Lo ganggu."

Dante langsung mendorongnya sampai ke ambang pintu lalu menutup pintu kamarnya.

Pintu tertutup.

Pram mendengus. Mengangkat kepalan tangan; ingin memukul. Kemudian diembuskannya napa kasar sembari menurunkan kepalan tangannya yang hanya mampu melayang di udara

Masuk ke dalam kamar, Pram mengambil obat pereda nyeri, meminumnya. Walaupun belum terasa, tapi setelah ini Pram yakin kepalanya akan sakit.

Pram duduk di kursi belajarnya, mengambil buku hitam di dalam tas.

Lo harus pikirin cara buat berentiin Dante.


--

PUNK (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang