PART 39

3.3K 555 52
                                    

Selama jam pelajaran, Pram hanya menidurkan kepalanya di atas lipatan tangan. Gurunya tidak menegur, sepertinya mereka sudah lelah juga memberi teguran. Matanya menatap lurus, sesekali berkedip. Karena Pram sedang menidurkan kepala dengan posisi wajah ke samping, jadi tatapnya mengarah pada meja Miki yang ada di sebrangnya; sudah lama tidak bertegur sapa dengan temannya itu. Tapi hanya matanya saja yang menatap kosong ke sana, Pram tidak sedang memikirkan Miki.

Saat jam istirahat tiba, Pram ke kantin, membeli mie goreng dan es jeruk. Dia duduk sendiri di tempat yang ramai itu tanpa peduli pada apa pun dan pada siapa pun.

Selesai makan, Pram berpindah ke taman. Tidur di kursi beton yang diteduhi pohon anggur yang merambat pada rangkaian besi di atasnya.

-

Pulang sekolah, Pram berkendara. Seperti waktu itu; motornya menembus kawasan puncak. Berhenti sebentar menikmati indomie hangat di tengah udara sore yang cukup dingin. Lalu berkendara lagi sampai akhirnya, di langit yang mulai gelap Pram singgah di kedai kopi yang ada di tengah hutan pinus. Setahun yang lalu dia pernah ke tempat ini dengan Yoyo, Ewin, dan Odi.

Dia duduk menghadap ratusan pohon pinus di bawah sana, tumbuh di sepanjang lahan landai sampai jauh ke depan sana; tinggi pohonnya menjulang sampai ke atas. Pram memesan coklat hangat dan beberapa makanan manis. Hidungnya memerah karena cuaca yang dingin. Dia duduk dengan kedua tangan masuk ke dalam kantong hoodie. Menikmati udara hutan pinus, walaupun dinginnya seakan mencoba untuk menembus bahan hoodie yang cukup tebal.

Gelap yang merambat ratusan pohon pinus itu mulai terlihat sedikit mencekam. Tapi Pram tetap menikmati pemandangan di hadapannya.

Embusan napas panjangnya keluar, matanya menatap ke atas; langit terhalang oleh daun-daun pohon, tapi masih terlihat; warnanya biru tua dan tampak terang disinari rembulan.

-

Pram sampai di rumah pukul 23.20. Dia meminta Erik untuk tidak mengunci pintu. Besok papanya itu pasti akan sedikit memberikan omelan.

--

Besoknya, Pram sedikit demam, mungkin karena angin malam dan cuaca dingin kemarin. Dia jadi tidak sekolah. Dan ya, Erik sedikit mengomel, tapi Pram tidak berkata jujur tentang ke mana dia pergi kemarin. Kalau dia jujur, itu hanya akan menambah kata-kata dalam omelan yang Erik berikan.

--

Hari esoknya, Pram tidak sekolah lagi. Kali ini karena jadwal check up.

Untung dia pergi sendiri karena Erik tidak bisa mengantar. Kalau sendiri, obrolan dengan Dokter Ari tidak pernah lama. Pram hanya akan menyahut seadanya jika ditanya, tidak pernah memberi jawaban panjang, hanya akan mengangguk dan menggeleng; ingin cepat selesai.

Karena Erik bilang jangan keluyuran, Pram menurut; selesai dari rumah sakit, dia pulang.

Duduk di kusen dengan pandangan keluar jendela. Sedang mengosongkan pikirannya. Beberapa jam sampai bosan. Lalu Pram turun dari kusen, melangkah ke arah ranjang dan tidur.

Malamnya, Erik masuk ke dalam kamar, menanyakan tentang check-up tadi siang. Pram hanya menjawab, "baik."  Satu kata itu cukup untuk membuat Erik tidak bertanya lagi.

Gara-gara siangnya kebanyakan tidur, di waktu malam, jadi tidak mengantuk. Jadinya, Pram menggabut di tengah malam, menyobek lembar kertas di buku hitamnya lalu membuat seni lipat. Sudah ada dua buah karya yang berhasil dia buat: perahu dan pesawat, ya memang dua itu yang termudah.

Yang ketiga ini, Pram mencoba untuk membuat burung bangau dengan bantuan tutorial di Youtube. Dia mengerjakannya dengan serius sambil menggigit bibir; lipat sana, lipat sini, buka lagi, lipat lagi... hampir satu jam beberapa kali berganti kertas, akhirnya usaha tidak mengkhianati hasil. Pram tersenyum, mengacungkan seni lipat yang berbentuk burung itu, meniliknya lama. Lalu menghela napas panjang, menyimpan burung bangau itu di atas meja. Melirik buku hitamnya yang terbuka. Mengambil pulpen.

PUNK (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang