PART 75

3.4K 608 119
                                    

Pengobatan penyakitnya masih berlanjut, obat tuberkulosis masih diberikan, masuk ke dalam tubuhnya melalui injeksi intravena, begitu pun dengan obat penunjangnya yang lain. Pram belum bisa menelan dengan sadar; dia harus dilatih untuk paham jika ada makanan atau minuman yang masuk ke dalam mulut harus ditelan.

Setelah dipastikan kondisi pasca operasinya bagus; tidak ada muntah, tidak ada kejang, tidak ada pembengkakan otak, dan tidak ada komplikasi lainnya. Sekarang mungkin mereka bisa beralih fokus ke rehabilitasi untuk memulihkan kemampuan fungsional tubuhnya agar perlahan dia bisa kembali ke keadaan normal seperti sebelumnya.

Yang memegang bagian ini bukan Dokter Ari, ada dokter lain dari spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi yang bekerjasama dalam tim yang terdiri dari fisioterapis, okupasi terapis, terapis wicara, ortotik prostetik, perawat, dan lain-lain. Mereka akan membantu Pram untuk pulih secara fisik agar dapat kembali melakukan rutinitas secara mandiri dan meningkatkan kualitas hidupnya.

Yang pertama, mereka akan membuat Pram kembali bisa makan melalui mulutnya; tanpa alat bantu, agar selang di hidungnya segera bisa dilepas.

Dengan sebuah pipet, Pram diberi minum, mereka memperhatikan apakah dia menelannya atau tidak. Sampai beberapa hari berturut-turut mereka melatih itu.

Di sisi lain, Alya selalu rajin membuat Pram agar membuka mulut dengan mencontohkannya. Walupun Pram hanya akan menatap Alya tanpa ekspresi dan saat tidak menarik lagi, dia akan mengalihkan pandangnya, tapi Alya tidak menyerah.

"Aaa... liat Mama."

Alya menepuk-nepuk pelan pipi Pram agar menoleh padanya.

"Aallll... " Erik memanggil dari arah sofa.

Alya menoleh, memberikan cengiran kecil. Lalu dia kembali menghadap Pram, membuka mulutnya tanpa suara, berharap Pram yang menatapnya akan mengikuti.

--

Di hari libur ini, Dante dan Jhona ke rumah sakit bersama, biasanya mereka sendiri-sendiri. Saat sampai di ruang rawat, ada dua orang asing di sana; satu memakai sneli dokter, satu lagi dengan pakaian setelan berwarna biru.

Erik berdiri di samping ranjang dan Alya duduk di kursi samping ranjang sembari memegang mangkuk kecil.

Erik tersenyum pada Dante dan Jhona yang baru datang.

"Lagi ngapain, Pa?" tanya Jhona dengan suara pelan.

"Nyobain makan," sahut Erik.

Jhona dan Dante berdiri di belakang Erik, ikut melihat apa yang tengah orang-orang itu lakukan.

"Aaaaa... Aaaa.. Pram, buka mulutnya."

Alya membuka mulut lebar. Sendok berisi bubur disodorkan ke depan mulut Pram yang tertutup rapat. Kemarin Alya berhasil membuat Pram membuka mulutnya, menerima suapan yang hanya berupa satu sendok air putih.

"Aaaaa... " Alya membuka mulutnya dengan matanya yang ikut melebar.

Pram menatap Alya. Alya terus membuka mulut lebar sembari menatap lekat, berusaha menyalurkan kekuatan dari tatapannya.

Perlahan, Pram menggerakkan mulut, mulutnya terbuka sedikit.

Alya tersenyum, memasukkan sendok kecil yang telah dia pegang beberapa lama, mengapung di udara selama lebih dari satu menit.

Setelah menerima se-sendok bubur, mulut Pram terkatup kembali. Sekarang mereka menunggu reaksi Pram, akan, kah, dia mengunyahnya?

Alya menggertak-gertakkan gigi dan memperagakan cara mengunyah. Kemarin dia juga berhasil membuat Pram melakukan gerakkan itu.

PUNK (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang