Setiap ada check up, setiap ada jadwal terapi di rumah sakit, Erik selalu meliburkan diri; tidak pergi ke kantor. Dia selalu menemani Pram, kadang dengan Alya, kadang hanya berdua dengan Aris. Dan di perjalanan pulang jika sehabis terapi, Pram selalu tidur, pasti tidur, dia kelelahan karena terapi yang dilakukan di rumah sakit itu pasti melatih kekuatan dan gerak fisiknya, seperti berlatih keseimbangan berdiri dan belajar melangkah dengan dibantu alat khusus, ya, walaupun sampai saat ini untuk berdiri saja Pram belum bisa juga.
-
"Baru bangun, Pram."
Alya tersenyum lebar saat melihat Pram yang memasuki ruang makan, dengan Aris yang mendorong kursi rodanya.
"Ris, makan bareng di sini, gak ada penolakan," kata Alya sembari mengikatkan slayer bandana berwarna hitam--yang dia ambil dari lemari Jhona beberapa hari yang lalu-pada belakang leher Pram. Alya menggunakan slayer itu agar kemeja putih yang dipakai Pram tidak kotor jika terkena makanan yang jatuh.
"Mau diganti dulu aja, gak, Bu, bajunya?" tanya Aris saat melihat Alya yang sibuk dengan anak lelaki di dekatnya itu; tadi memasang slayer, sekarang melipat tangan kemejanya. Karena Pram tidur sejak di perjalanan pulang dari rumah sakit, Aris jadi belum sempat mengganti pakaiannya.
"Gak usah, Ris, sekalian aja nanti sore. Saya suka Pram pake baju ini," kata Alya.
Kemeja putih yang dipadu dengan jeans itu memang terlihat pas di tubuh Pram. Alya selalu suka gaya Pram yang disetel oleh Aris.
"Ris, nah gitu, makan bareng di sini." Erik memasuki ruang makan dan tersenyum lebar saat melihat Aris yang duduk di salah satu kursi.
Aris menyahutnya dengan senyuman.
Alya menggenggamkan sendok khusus pada tangan Pram lalu mengaitkan strap silikonnya yang berfungsi agar sendok itu tidak lepas dari genggaman.
Pram melirik wajah Alya saat Alya memakaikan alat makan khusus itu di tangannya.
"Makan sendiri, ya," kata Alya.
Pram melirik tangannya lalu mengalihkan pandang ke arah lain; tampak tidak peduli dengan sendok yang mengait di tangannya itu.
Kali ini Alya akan membiarkan Pram belajar makan sendiri, ya, sebenarnya dari kemarin pun sesekali Alya menggenggamkan sendok khusus itu di tangan Pram saat dia makan, terapisnya juga sering melatih Pram makan sendiri, tapi sampai saat ini Pram belum menunjukkan ketertarikannya pada jenis rutinitas untuk memenuhi kebutuhan jasmaninya itu. Harus disuapin terus, kalau diberikan sendok dan dibiarkan makan sendiri, dia tidak akan menggerakkan tangannya dan sulit sekali untuk membuatnya membuka mulut.
Alya sudah menyiapkan makanan khusus untuk Pram saat belajar makan sendiri: nasi yang sudah dicampur dengan daging cincang dan sayuran cincang, agar memudahkan; sekali sendok, sayur dan daging sudah menyatu dalam nasi.
"Biar aku aja, Al, kamu makan aja," kata Erik.
Alya tidak jadi duduk di samping Pram, dia melangkah ke kursi yang ada di ujung. Membiarkan Erik berpindah duduk ke kursi yang ada di samping Pram.
"Makan, Ris," ucap Alya.
Aris membalikkan piring setelah Alya mengambil nasi duluan.
Alya menyiapkan nasi untuk Erik terlebih dulu kemudian baru untuk dirinya sendiri. Selagi mengambil nasi, matanya tetap mencuri-curi pandah ke arah Erik dan Pram; memantau.
Erik memegang tangan Pram, mengarahkannya, agar sendok di tangan Pram dapat mengambil nasi, lalu Erik mengangkat tangan itu sampai sendok itu berada di depan mulut Pram yang terkatup.
KAMU SEDANG MEMBACA
PUNK (Selesai)
General Fiction**Jangan plagiat nyerempet copy paste** Pernah dengar tentang cerita seorang anak haram, anak hasil selingkuhan, atau anak yang tak diinginkan, yang dibenci, dicaci, diperlakukan seenaknya. Tapi dia hanya menerima saja, tetap bersikap baik walaupun...