•• 14 - B ••

166 15 5
                                    

"Anjing! Elu kagak kasian ama adek lu?"

Uri menangkap bantal yang Vido lempar kearah wajahnya. "Emangnya kenapa? Gue gak minta elu netek'in dia. Gue gak minta elu nina boboin dia. Gue cuma minta elu nemenin dia," cerocos Uri setelah melempar kembali bantal tadi ke wajah Vido.

Vido meletakkan bantal sofa ke tempat asalnya. Ia bangkit berdiri. Menghampiri Uri yang terlihat berdiri melamun di depan pintu kulkas. Tangannya menggenggam gelas kosong.

Namun betapa terkejutnya Vido, Suma dan Kemal melihat Uri mendadak saja melempar gelas di tangannya ke dinding. Membuatnya hancur berantakan.

Uri menghela nafas. Terlihat berat. Namun sorot matanya, yang tadi terlihat kosong seperti mata ikan yang mati, kini nampak kembali hidup.

"Kalo gue minta maaf ke gelas itu, apa gelasnya bisa balik ke bentuk semula?"

"Enggak," Suma yang menjawab.

"Jadi... Apa yang harus gue perbuat ama gelas ini?"

"Disapu. Di bersihin. Di buang."

Uri tersenyum mendengar penjelasan dari Suma. "Bisa tolong bantuin?"

Kemal meraih bahu Suma. Menahannya untuk tak beranjak dari duduknya. Vido membuka beberapa laci lemari kabinet. Lalu mengeluarkan lakban dari dalam salah satu laci. Kemal meraih sapu.

Vido merenggut kancing teratas pada kemeja Uri. Lalu menariknya agar ikut berjongkok. Suma melihat hal tersebut. Mengira Vido meminta Uri untuk membantu membersihkan serpihan gelas secara paksa.

"Ini pasti ada hubungannya ama Tim. Ngaku?!"

Uri tersenyum. Menjawab pertanyaan Vido dengan mengangguk kecil.

"Gue udah maafin dia," ucapnya.

"Jadi selama ini elu belum maafin dia?" Kemal bertanya. Ikut berjongkok selesai menyapu pecahan gelas yang berukuran besar. Kemudian membantu membersihkan serpihan yang kecil menggunakan lakban.

"Ngasih maaf tuh gampang," Uri menjawab.

"Yang susah apaan?" Vido bertanya.

"Mengikhlaskan dia pergi."

Vido dan Kemal serentak memeluk erat Uri. Vido dari depan. Kemal dari belakang. Uri yang biasanya selalu menolak diperlakukan seperti itu, kali ini diam saja.

"Gue pulang dulu yak!" Vido pamit usai mencubit gemas pipi Uri. "Gue juga," Kemal ikutan. Ia menjewer telinga Uri. Membuat si korban hanya terkekeh. "Besok... ajak Suma ke Cafe," Kemal berujar sebelum keluar kamar. Menyusul Vido.

Kemal dan Marco sudah tak tinggal di apartemen mereka yang dulu. Sejak setahun sebelum Uri bekerja di Paradise Cafe, ia menempati sebuah penthouse di lantai paling atas pada apartemen yang sama dengan Uri.

Vido dan Haris juga sudah pindah. Setahun setelah Uri bekerja di Paradise Cafe, mereka menempati penthouse yang lokasinya berada di bawah penthouse Kemal dan Marco. Aparthouse yang dulu Vido tempati, masih mereka pakai. Karena Haris bekerja menggantikan posisi Vido di aparthouse itu, maka rumah lama mereka tak dibiarkan kosong begitu saja. Ada banyak kenangan disana. Mereka tak mau melupakan kenangan tersebut.

Sepahit-pahitnya kenangan, semua itu akan terasa manis jika melihatnya dari sudut pandang lain.

☄️🌠⭐🌟🌟⭐🌠☄️

"Keep the changes," ucap Hanafi sebelum menyusul teman-teman yang berdiri berkerumun menunggunya. Membiarkan Uri terbengong-bengong di belakang meja kasir.

"Elu apain anak orang anjing?!"

Uri mengusap kepalanya setelah seseorang mengeplaknya dari belakang. "Mana gue tauk? Mungkin dia lagi dateng bulan. Mood swing," jawab Uri sekenanya.

Re:XXX [3rd Season]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang