•• 39 - B ••

65 9 0
                                    

Selesai berciuman dan berpelukan di sofa, Rico bangkit dan berjalan menuju kamar tidur utama. Pamitnya mau ke kamar mandi. Tapi setelah Ruben menyusul, Rico tertidur pulas di kasur. Yang bisa Ruben lakukan hanyalah menyelimuti tubuh Rico. Memberinya kecupan kecil di pipinya. Serta membisikkan "Sweet dreams, sweetie."

Karena tak ingin mengganggu, Ruben lantas mematikan lampu kamar. Ia juga mematikan semua lampu di seluruh ruangan. Lagi pula Ruben juga tak akan tersandung jika berjalan di tengah gelapnya malam seperti itu. Butuh beberapa menit untuknya menyesuaikan diri agar bisa melihat di kegelapan. Tanpa merubah warna matanya.

Warna mata Laurentum yang merah memang sangat terkenal. Ia memiliki warna mata yang sama dengan Xerfît. Tak heran jika banyak yang mengira mereka adalah saudara. Pada saat itu Laurentum sendiri belum pernah bertemu dengan Xerfît. Sampai di satu kesempatan ia berpapasan dengan Xerfît.

"Belum waktunya," ucap Xerfît saat itu. "Kau pun tak perlu memberi peringatan pada mereka. Planet ini, beserta bintangnya, akan hancur seribu tahun lagi."

"Siapa kau? Kenapa kau melarangku memberikan peringatan?"

"Karena mereka memang tak layak diselamatkan. Dan... namaku Xerfît."

"Aku Laurentum."

"Iya. Aku tau."

"Apa aku mengenalmu? Namamu terdengar tak asing."

"Banyak yang mengatakan... kita memiliki warna mata yang sama."

"Ah! Jadi kau adalah Xerfît yang mereka maksud."

Pertemuan itu bukanlah sebuah kebetulan. Xerfît sendiri yang berinisiatif untuk menemui Laurentum. Ia hanya ingin meluruskan beberapa hal pada Laurentum.

"Jadi... selama ini takdirku adalah sebagai pemberi kabar, akan ada kehancuran di tempat tinggal mereka. Sementara si penghancur itu sendiri, sebenarnya adalah... dirimu?"

"Mulai saat ini, kau tak perlu memberi kabar ataupun peringatan."

"Kenapa?"

"Apa yang kau dapat?"

Sejenak Laurentum tak bisa menjawab. Jika menengok ke belakang, bukan ucapan terima kasih yang Laurentum dapatkan. Melainkan caci maki dan hinaan.

Belum sempat memberi jawaban, Xerfît mengulurkan tangannya. "Mulai saat ini, kau tak perlu memberi peringatan apapun. Ikutlah denganku. Jalani hidupmu yang panjang bersamaku. Biarkan mereka tau, bukan dirimu yang membinasakan mereka."

Ruben tersenyum mengingat pertemuan pertama dirinya dengan Xerfît. Seiring dengan berjalannya waktu, ia baru tahu kalau Xerfît sengaja menghancurkan galaksi-galaksi tua untuk dilahirkan kembali. Memulai semuanya dari awal. Sama seperti dirinya.

Wujud Laurentum yang memiliki wajah tampan dan memiliki dua warna pada sayapnya, merupakan pemberian Xerfît. Awalnya berfungsi untuk penyamaran. Karena Xerfît sendiri bisa merubah wujudnya menjadi apapun. Ia adalah makhluk sejuta rupa.

Tak hanya itu, agar makhluk lain tak merasa ketakutan melihat warna merah pada mata Xerfît dan Laurentum, beberapa eksperimen mereka lakukan bersama. Beberapa ide cemerlang Laurentum sampaikan pada Xerfît. Lalu Xerfît akan mewujudkannya.

Sebelum melakukan eksperimen, pertama kali memiliki keinginan, adalah saat Laurentum meminta Xerfît untuk menyelamatkan kelima belas bayi Zîrat. Faktor utamanya karena kaum Zîrat juga memiliki warna mata merah.

Sejak saat itu, banyak spesies baru yang memiliki mata berwarna merah. Salah satu spesies baru yang Laurentum suka, ia beri nama Vagrada Mantium. Xerfît sering kali memanggilnya dengan sebutan Vagri. Tapi setelah berkembang biak, keturunannya yang lain disebut dengan nama Adamantium.

Re:XXX [3rd Season]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang