•• 44 - E ••

49 5 0
                                    

Walaupun nampak lelah setelah menggarap Andika selama berjam-jam, Ibnu selalu menyambut hangat kedatangan Atlas. Hal tersebut membuat Atlas sangat senang. Ia juga sangat cepat beradaptasi. Dua hari yang lalu, Ibnu selalu malu mendengar nama panggilan kesayangannya, Baby Nunu. Tapi kali ini, ia terlihat senang tiap kali mendengar Atlas memanggilnya seperti itu.

Melihat wajah Ibnu kembali merah, setelah mengatakan ia mengetahui perbuatannya terhadap Andika, membuat Atlas merasa sangat suka menggodanya.

"Kalo mau bikin studio, lebih baik jangan disini. Udah gue siapin di tempat lain," Atlas berujar. Ia sedang duduk memangku Ibnu. Seperti ketagihan bermanja-manja dengan posisi tersebut. Atlas juga menikmatinya.

"Abang udah nyiapin.... studio?" Ibnu menatap tak percaya ke wajah Atlas.

Atlas meraih kedua tangan Ibnu. Menggambar sebuah simbol di salah satu telapak tangannya. Lalu mengayunkannya. Seperti melakukan copy paste simbol tadi ke telapak tangan Ibnu yang lain.

Ibnu turun dari pangkuan Atlas. Berjalan mengikutinya menuju pintu masuk. "Elu cukup mikir aja. Setiap kali elu buka pintu apapun dan dimana pun. Elu udah bisa masuk ke studio yang gue maksud," ucapnya seraya mengajarkan cara kerja dua simbol di telapak tangan Ibnu.

Ibnu terpukau melihat sebuah ruangan muncul saat ia membuka pintu. Ruangan studio tersebut mirip seperti apartemen miliknya sekarang. "Elu bisa pake studio di apartemen lu buat orang yang elu kenal baik. Tapi studio ini dipake buat orang yang baru dikenal," Atlas memberikan penjelasan.

Untuk Atlas, Ibnu memang tergolong lugu. Tapi untuk orang lain, ia tak sepolos yang mereka kira. Ibnu mirip seperti Ruben. Sangat mesum. Tak heran Ruben sangat menyukainya. Tapi baru dengan Ragnala dan Ibnu ia bisa menikmati memanjakan seseorang. Arlan sering merasa sungkan dengan Atlas.

Atlas cukup terkejut mengetahui Arlan sangat menyayanginya. Rasa sayang Arlan sama seperti Atlas menyayangi Ruben. Terakhir kali datang menginap, Arlan terlelap dalam dekapannya. Ia memang tak bisa membenci Arlan. Merasa cemburu pun tak akan bisa.

Tak heran jika Atlas menyayangkan yang terjadi pada Irsyad. Karena kecerobohannya, Irsyad jadi harus kehilangan enam selir sekaligus. Ruben memisahkan Parth dari Irsyad. Ia juga merenggut Ibnu.

Atlas tahu Irsyad menyayangi Ibnu. Tapi ia tak bisa menyayangi Ibnu. Irsyad tak memiliki perasaan yang sama seperti Ruben dan Atlas terhadap Ibnu. Irsyad selalu mengabaikan dan meremehkan kesungguhan Ibnu.

Yang paling disayangkan Atlas, adalah saat Irsyad menghabisi sendiri nyawa E-kuartet. Kekacauan di rumah Irsyad terjadi karena tipu daya mereka. Keempatnya bahkan saling bersaing satu sama lain untuk mendapatkan Irsyad.

Atlas memang menyayangkan keputusan Irsyad. Tapi di lain pihak, keputusan tersebut sudah sangat tepat. Irsyad tak suka dengan perpecahan. Kelalaiannya menanggapi perbuatan empat Adamantium itu, menjadi tamparan keras. Bahkan untuk Irsyad sendiri.

"Ngomong-ngomong Bang... berarti selama ini, Abang tau semua yang gue lakuin?" Ibnu bertanya. Ia berdiri tertunduk, sembari menggaruk kepalanya. Terlihat rona merah di kedua pipinya.

"Gimana ya jelasinnya?" Atlas bertanya pada dirinya sendiri. "Gue gak bermaksud ngawasin elu. Bukan memata-matai juga. Karena gue khawatir, jadinya gue selalu ngeliat yang elu lakuin."

"Maksudnya 'nengokin' gitu?"

"Semacam itu."

Atlas tersenyum. Ada banyak pertanyaan di dalam kepalanya. Tapi ia bingung harus memilih yang mana. Khawatir pertanyaannya akan membuat Atlas tersinggung atau merasa terpojok.

"Gue... gak ada masalah. Dari pada gue di anggurin. Kayak ama yang kemaren," Ibnu berujar. Yang Ibnu maksud adalah Irsyad. "Gue malah seneng. Berarti Bang Atlas punya kekhawatiran."

Re:XXX [3rd Season]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang