•• 37 - EXTRA 03 ••

62 7 0
                                    

"Guys. Gue gak mau ke-GeeR-an nih. Tapi... beberapa hari terakhir, gue ngerasa ada yang selalu merhatiin gue. Elu tau kan, kalo diliat ama orang tuh pasti kita ngerasa gitu. Kayak mendadak merinding di tengkuk. Masalahnya tiap gue nengok, gue gak nemuin siapa yang ngeliatin gue. Ngeri kan yak?"

Ibnu dan Kurnia sejenak bertukar pandang. Lalu menatap Fakri di seberang meja. Mereka sedang asyik menikmati baso di kantin. Lalu Fakri nyerocos menceritakan hal yang baginya seram.

Tapi bagi Ibnu dan Kurnia yang sudah melewati fase seperti itu, hal tersebut rasanya wajar. Karena mereka bertiga memang mencolok. Terutama Fakri. Perubahan warna kulit yang cerah. Ribuan jerawat yang hilang tak ada jejak. Dan semua itu membuat ketampanannya terpampang nyata, rasanya wajar kalau ada yang memperhatikan dirinya dengan sangat intens.

Masalahnya Fakri sering tak sadar kalau ia sangat populer. Ia juga sering merasa tak nyaman jika diperhatikan seseorang

"Mendadak cerita horor, bukan karena elu mendadak jadi penakut, kan?" Kurnia bertanya.

"Mana ada orang penakut ngajak mojok di tempat horor?" Ibnu berkomentar.

Fakri tersipu mendengar pertanyaan Ibnu. Tentu saja ia mengerti maksud dari perkataan Ibnu tersebut.

"Kalo elu mau tau jawabannya, mending elu ke gudang sekolah lagi deh."

"Ama kalian?"

Ibnu menggeleng. "Elu sendiri aja. Entar juga elu bakalan tau jawabannya," jawabnya.

"Yah, masa gue sendirian?"

"Kenapa? Elu takut?" Kurnia menantang.

Fakri mendengus. "Gak ada ceritanya gue takut. Okelah. Gue kesana sekarang."

"Ni baso gak elu abisin dulu?" Ibnu bertanya.

"Kan tadi gue udah bilang. Gue cuma aus. Gak laper. Eh Kurnia malah beliin gue semangkok."

"Gue sikat ya?" Ibnu bertanya.

"Iya!" Fakri setengah berlari keluar dari area kantin.

"Kira-kira aman, Nu?"

"Tenang aja. Aman," Ibnu menyahut. Mengira Kurnia menanyakan perihal baso Fakri yang baru dimakan sebiji. Kurnia hanya bisa memutar mata. Kalau sudah soal makanan, Ibnu memang jago. Tapi ia juga selalu semangat workout bersama Panca dan yang lain.

Sementara itu, Fakri sudah sampai di dekat gudang sekolah. Tempat ia biasa mojok dengan Ibnu. Tapi mereka sudah berhenti melakukannya. Karena punya banyak kesempatan untuk melakukannya di rumah.

Saat Fakri berdiri di depan pintu gudang, matanya menangkap bayangan seseorang sedang bersembunyi di balik sebuah dinding pembatas antara gudang dengan aula.

"Jadi ini yang Ibnu maksud," Fakri berujar lirih.

Fakri memutuskan untuk tak masuk ke dalam gudang. Ia tak mau ada yang tau tempat ia dan Ibnu biasa mojok. Karena itulah ia membuka pintu di sebelah gudang. Mereka bertiga pernah masuk kesana. Ternyata hanya sebuah gang kecil yang mengarah ke sebuah gang buntu di belakang gudang.

"Hai," Fakri dengan cepat memutar badan, lalu menyapa orang yang membuntutinya. Jujur saja Fakri tak menyangka yang mengikutinya adalah Davendra, kakak kelasnya.

"Ha-hai juga..."

Sejenak Fakri menggaruk tengkuknya. Kemudian berdiri bersandar pada dinding dibelakangnya. Ia menunggu. Fakri menebak kalau kakak kelasnya itu memiliki urusan dengannya. Mungkin pribadi. Jadi ia tak bisa mendekati Fakri. Apalagi Fakri selalu lengket dengan Ibnu dan Kurnia.

"Maaf. Gue cuma mau kenalan."

"Ha? Kenalan?"

"Iya."

Re:XXX [3rd Season]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang