•• 44 - D ••

38 6 0
                                    

Saat terbangun, Ibnu mengira persenggamaan semalam dengan Ruben dan wujud aslinya hanya sebuah mimpi.

Saat meraba dadanya, Ibnu merasakan sesuatu di permukaan kulitnya. Itu adalah sebuah tato berinisial L berwarna merah, berbentuk huruf latin. Terdapat sebuah mahkota di bagian atasnya. Serta sepasang sayap di bagian bawah huruf L, pada lekukan horizontal dan vertikal.

"Namaku adalah Laurentum. Aku adalah suamimu."

Ibnu tersenyum. Ia ingat kalimat tersebut berbisik di telinganya, sebelum hilang kesadaran. Persenggamaan semalam membuatnya sampai jatuh pingsan.

Ia berjalan keluar kamar. Melihat Obed berdiri menghadap lemari pendingin. Sedang menenggak segelas air.

Menyadari kehadiran Ibnu, Obed pun lantas menoleh. "Pagi," sapanya, sedikit terlihat canggung.

"Pagi juga Bang Obed," Ibnu balas menyapa. Memeluknya erat dari belakang. Saat bibirnya mengecup di leher, sekujur tubuh Obed terasa lemas seketika. "Kenapa Bang?"

"Ciuman lu Nu... Bikin kaki gue lemes."

"In a good way... Or a bad way?"

"...good way, of course..." Obed menjawab lirih.

Ibnu sampai mengangkat Obed, dalam posisi memeluknya erat dari belakang. Katanya ia sampai tak sanggup berdiri. Ibnu pun membantu Obed untuk merebahkan diri di sofa bed.

"Semalem..." Obed menggantung kalimatnya.

"...hm? Semalem kenapa?"

"Maaf ya Nu... gue khilaf..."

"Dan gue menikmatinya. So?"

"Yaaa.... Eung.... Maaf, gue menjerumuskan elu. Gitu."

"Yah Bang. Lagian semalem gue ngerasa enak kok. Kalo mau di remake, gue dengan senang hati bakal bersedia," Ibnu mengacak-acak rambut megar Obed. "Atau Bang Obed yang enggak mau remake?"

"Gue sih mau Nu... Tapi Nu..."

"Tapi apa?"

"Mmm.... Kalo kita gak pacaran, gak masalah, kan?"

"Emangnya kalo abis ngewe, wajib jadi pacar?"

"Ya enggak juga."

"Lagian elu gak bakalan hamil juga, kan? Jadi gue gak perlu tanggung jawab, sampe harus nikahin elu."

"Hahahaha.... Bisa aja sih lu, Nu!" Obed menepuk paha Ibnu. Perhatiannya kini tertuju pada kontol Ibnu. "Semalem... kontol lu ini gede banget Nu."

"Pantat lu yang sempit itu, bisa nampung pas gue masukin semuanya."

"Oya? Semalem masuk semua?"

"Ho-oH.... Pas gue sodok sampe mentok, kontol lu crot sendiri. Banyak banget. Kayak lagi kencing, tapi keluarnya pejuh semua."

"Pantesan bathrobe yang gue jadiin alas sampe bau bayclin."

"Hahahaha...." Ibnu yang gemas mengacak-acak rambut megar Obed. Membuatnya semakin mengembang. Mirip seperti wig badut.

"Asli, Nu. Gue gak nyangka, cowok bermuka imut kayak lu, bisa seganas itu."

"Kan sesuai request..."

"Iya juga sih. Semalem gue yang ngemis-ngemis minta di entot."

"Ternyata enak ngentotin pantat montok lu. Gue dapet pantat montok perjaka!" Ibnu kembali mengacak rambut Obed. Ia terlihat sangat gemas. Dan Obed sadar akan hal tersebut. "Tapi Bang..."

"Apa Nu?"

"Sepongan lu enak banget. Profesional banget. Pengalaman ya?"

"Kagak Nu. Gue berani sumpah. Demi apapun, yang semalem itu pertama kalinya gue khilaf."

Re:XXX [3rd Season]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang