•• 34 ••

61 10 0
                                    

Atlas menurunkan Ruben di sebuah kursi kayu. Ada terlalu banyak titik, di rumah bernuansa villa di dalam hutan itu, yang memiliki kursi kayu untuk bersantai menikmati keindahan alam. Kalau saja lampu di kanan kiri jalan setapak tak menyala, Atlas yakin saat ini mereka tersesat di hutan tersebut.

Kabin bernuansa futuristik tadi lokasinya memang agak jauh dari bangunan utama. Tapi Atlas bisa melihat lampu di rumah utama sekitar sepuluh menit berjalan kaki dari lokasi mereka sekarang. Mereka berlima menuju kabin menjelang matahari terbenam. Atlas tak terlalu memperhatikan jalan saat beramai-ramai menuju kabin. Ia juga baru pertama kali ke rumah Damian dan Joseph.

Ruben lantas meminta menurunkannya. Lalu menyuruhnya untuk duduk di kursi kayu tersebut. Ruben menyebutnya kursi kayu, karena kursi tersebut dibuat dari potongan batang pohon. Begitu juga dengan sandarannya.

Meski sudah malam dan berada dalam gelapnya suasana hutan, Atlas merasa heran dengan suhu disekitarnya. Memang sejuk. Namun tak sampai membuatnya kedinginan. Lebih heran lagi, meski terdengar suara serangga, tak satupun ada nyamuk yang hinggap untuk menghisap darah segar mereka. Yang ada saat ini adalah Ruben sedang menundukkan kepalanya, menghisap kepala kontol Atlas.

Atlas menghentikan aksi Ruben. Memintanya untuk duduk di sebelahnya. Kemudian ia berdiri, untuk menurunkan celananya sampai terlepas. Lalu berjongkok di selangkangan Ruben. Memintanya untuk melepaskan celananya juga. Meletakkannya di sandaran kursi. Kemudian duduk dan merangkul pundak Ruben.

Ruben memandang bingung kearah Atlas. Cowok berambut pirang dan bermata biru itu tersenyum jahil kearahnya.

"Kapan lagi kita bisa bugil di alam terbuka kayak gini," ucap Atlas, kali ini ia baru saja melepas kemejanya. Lalu beralih melepas sisa pakaian yang masih melekat di tubuh Ruben. "Gue jadi pengen punya rumah kayak gini. Biar apa? Biar kita bisa begini tiap kali nyantai bareng."

Ternyata Atlas bisa bawel juga, pikir Ruben.

"Suka banget ya ngisep kontol gue?"

"Hmm..." Ruben mengangguk.

"Elu selalu bisa bikin gue puas hanya dengan ngelakuin itu pake mulut. Sejak hari pertama kita kenalan. Sampe sekarang."

"Hmmm..." Ruben manggut-manggut.

Karena Atlas merangkul dan menyandarkan kepala Ruben di bahunya, perhatian Ruben kembali tertuju pada kontol berwarna putih dengan kepala lancip berwarna pink.

"Kapan gue dikasih kesempatan buat ngelakuin hal yang sama?"

Ruben mengangkat kepalanya. Menatap wajah tampan Atlas.

"Lu kira... cuma elu sendiri yang kepengen?"

"Entar mulut lu capek."

"Terus elu pikir gue setega itu bikin elu capek sendirian?"

"Gue seneng ngelakuinnya," jawab Ruben. "Sejak gue yakin... kalo gue jatuh cinta ke elu, gue selalu pengen ngelakuinnya. Thanks God Damian udah nyuruh elu berhenti kerja di Double-DEN juga."

"Juga?"

"Iya. Troy juga di suruh berhenti."

"Kalo Rico?"

"Rico udah lama pengen berhenti. Kalo gak salah, urusannya baru kelar hari ini."

"Jadi urusan dia adalah ngebikin temen gue pendarahan... Sekaligus balas dendam ke tetangga dia?"

"Kok bisa?"

"Iya. Ardo, temen gue, udah lama suka ke Rico. Mereka sodara sepupu gitu. Menurut ceritanya, bokap Ardo dan bokapnya Rico adalah couple."

Re:XXX [3rd Season]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang