•• 46 - E ••

15 3 0
                                    

Saat turun dari taksi, semua orang menoleh dan menatap kearah Petrus. Awalnya mereka ragu apakah itu benar dirinya. Jika melihat wajah, memang seperti ada yang berubah. Sejak awal, wajahnya memang sudah tampan. Tapi mereka berpikir, Petrus yang sekarang bertambah tampan.

Bisa jadi faktor dari gaya rambut yang berubah. Serta outfit yang Petrus kenakan memang jauh lebih simple. Terlihat elegan meski dibalut pakaian yang nampak sederhana. Seperti bumi dan langit jika membandingkannya dengan penampilan Petrus yang dulu.

Petrus sedang berbicara dengan Hasyim, security yang menjaga pintu masuk club malam. Lokasi club berada di underground. Bisa di akses melalui dua pintu. Hasyim selalu bertugas menjaga pintu kedua yang ada di sisi luar gedung. Siapa sangka, Hasyim yang selalu terlihat galak bisa tertawa lepas selama berbicara dengan Petrus.

"Wih! Petrus?!"

Hasyim memberi isyarat menggunakan alis. Menunjuk kearah belakang Petrus dengan dagu. Lalu kembali bekerja setelah berjabat tangan dengan Petrus.

"Tumben lu baru dateng jam segini," Petrus melirik arlojinya. Hadiah dari Peter.

Tak hanya arloji, outfit yang Petrus pakai sekarang, juga saran yang Peter berikan. Ibnu membelikan banyak sekali pakaian untuknya. Pakaian yang ia beli sendiri bersama Peter, hanya tiga setel. Sementara pakaian dari Ibnu, nampak seperti puzzle. Harus pandai mix and match setiap kali ia ingin mengenakannya.

Petrus bersyukur, Peter yang baru saja selesai kuliah malam, datang membantu. Ia pulang larut karena tadi mengerjakan tugas di perpustakaan universitas. Kalau tak di usir security, mungkin Peter akan menginap disana.

Mereka sempat ribut setelah Petrus sudah berpenampilan rapi. Peter menjadi sange karena melihat penampilan Petrus. Makanya Petrus memilih untuk berdiri di depan. Masih ada rasa mengganjal di pantatnya usai mendapat suntikan protein mentah dari Peter.

"Elu abis oplas?"

"Oplas apaan, anjing?!"

"Muka lu tambah ganteng, bangsat!"

"Gue ganteng dari orok, tolol!"

"Narsis banget ni bocah!"

"Bodo amat!" Seru Petrus. "Eh, Dim. Elu ada janji gak?"

"Gak ada."

"Baru keluar belon dapet booking?"

"Ho-oH! Kenapa? Elu mau boking gue?"

"Ho-oH. Berapa?"

"Si anjing. Serius nih?"

"Ho-oH Dimas. Berapa?"

Mendapat pertanyaan seperti itu. Apalagi Petrus menunjukkan ekspresi serius. Membuat Dimas bingung harus menjawab apa.

"Malah diem!"

"Elu ngarep gue jawab apa, anjing?! Gue di tawar temen sendiri. Mikir perasaan gue dikit dong!"

"Gopek, mau?"

"Gopek? Cetiao lah. Harga temen."

"Include di ebol gak tuh? Sesuai ama nama lu. Dimas. Di masukin!"

Dimas tertawa. Antara merasa lucu dengan obrolan tersebut. Bingung. Dan semua rasa yang sulit ia ungkapkan. Jadi Dimas hanya bisa tertawa.

"Notiao. Deal?"

"Serius nih?!"

"Perlu gue transfer sekarang, Dim?"

"Gak usah. Gue percaya elu," Dimas tersenyum simpul.

Di nego teman sendiri rasanya aneh. Tapi di jamah teman sendiri. Sesama cowok pula. Entah Dimas harus memberi reaksi seperti apa. Lagi pula Petrus akan memberinya jumlah diatas tarif normalnya. Masalahnya ia tak pernah melayani cowok. Membuatnya merasa cemas.

Re:XXX [3rd Season]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang