•• 38 - C ••

54 9 0
                                    

Atlas memeluk erat Ruben. Setengah mati ia mengkhawatirkan kondisi Ruben. Semua orang melarangnya keluar dari kamar. Lalu meminta Rico untuk menemaninya. Karena mengetahui hal tersebut sebelum Atlas menceritakannya, Ruben sengaja membawa serta Troy.

Ruben tertawa melihat Troy mencengkram erat lengannya. Itu adalah pertama kalinya Troy berteleportasi. Kepalanya sedikit pening karena tadi ia sempat mengintip. Padahal Ruben sudah melarang.

Setelah memeluk dan mencium bibir Atlas, kemudian Ruben memeluk Rico dan Troy. Alih-alih mengecup pipi, ia malah melumat bibir mereka bergantian.

"Bener-bener! Tiada hari tanpa mesum!" Troy menjerit.

"Kalo udah ngeliat begini, artinya elu udah sembuh, Ben?" Rico membalas ciuman Ruben. "Tadi gue setengah mati khawatir. Tiba-tiba pingsan. Dan ternyata..."

"Ternyata?" Ruben bertanya. Menatap Rico dan Atlas bergantian.

"Daddy Max bilang, elu pernah tranplantasi jantung," Atlas menjawab. "Harusnya kondisi lu baek-baek aja. Karena operasi itu udah beberapa tahun lalu. Sejauh ini kondisi lu selalu stabil. Kalo elu kecapean atau ngerasa gak enak badan, please... gue mohon... Kasih tau gue!"

Ruben mengecup lama kening Atlas. Lalu memeluknya erat. Sangat erat sampai nyaris membuat Atlas susah napas. Saat berpelukan, Ruben mengerlingkan matanya pada Troy. Lalu memanyunkan bibirnya, seolah sedang mencium Rico dari jauh.

Tapi, lebih dari apapun, ada rasa menggelitik di dalam hati Laurentum saat ini. Selain Xerfît, tak ada yang pernah menunjukkan rasa peduli dan kasih sayang padanya. Dalam wujudnya sebagai Ruben, ia mengusap belakang kepala Atlas. Mencium kepalanya. Menghirup aroma tubuhnya. Mengusap punggungnya. Hal kecil seperti itu selalu berhasil menyingkirkan semua rasa cemas di dalam hatinya. Kali ini, saat ia melakukan hal tersebut pada Atlas, trik kecil dan mudah seperti itu memang terbukti mujarab.

Dari hal kecil seperti itu, ia melihat memori yang tersimpan pada tubuh Atlas. Saat Ruben menutup mata, ia melihat paniknya Atlas saat Adam dan Joshua menggotongnya. Menjauh dari kerumunan orang-orang yang tengah mengadakan pesta kecil-kecilan.

Saat gelombang amarahnya menggetarkan Bumi, yang Atlas pedulikan bukan dirinya. Ia masih memanggil Ruben. Tapi cengkeraman tangan Ximon begitu erat. Membuatnya tetap berada disana. Ia bahkan sampai beradu mulut dengan Ximon dan Maximus.

Ruben tak bisa menyalahkan siapapun kecuali dirinya. Meski mereka baru jadian beberapa hari, ternyata Ruben yang mesum berhasil menyentuh hati Atlas.

"Maaf sayang... Udah bikin lu khawatir. I'm fine. I'm good. I'm okay. I'm alright."

Membisikkan kata-kata seperti itu, ternyata lebih mujarab. Khasiatnya dua kali lipat dari pada dia berdiam diri dan memberinya pelukan semata.

"Really?" Atlas berbisik. Ruben bisa merasakan bahunya basah. Hatinya terasa sakit, menyadari Atlas mengkhawatirkan dirinya sampai seperti itu.

"Apa gue harus lepas semua baju?" Tanya Ruben.

"Ngapain?" Atlas balas bertanya.

"Supaya elu bisa melakukan inspeksi. Sekaligus ngasih tontonan gratis ke Rico. Padahal gue selalu ngabisin banyak duit cuma gara-gara pengen ngeliat belahan pantatnya."

"Tolol!!!" Rico menjitak kepala Ruben. "Gimana? Jadi?"

"Jadi apa Ric?" Ruben menatap Rico dengan wajah sok polos.

"Elu jadi pengen gue bikinin desain?"

"Oh... Itu. Jadi dong. Gue bayar pake entotan bisa, kan?"

"Taik Anjing!!!"

Re:XXX [3rd Season]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang