•• 23 ••

79 11 3
                                    


Tunas dan Wafi mengajak Arif liburan ke Yogyakarta keesokan harinya. Karena meminta ijin melalui telepon dirasa tak sopan, keduanya mendatangi orang tua Arif pagi-pagi sekali. Yang membuat Arif bingung, ia diminta tak membawa apa-apa. Akhirnya ia hanya sempat berganti pakaian seadanya. Lalu berangkat.

"Nanti kita beli baju disana," Wafi berbisik pada Arif yang duduk di kursi samping jendela.

Mereka bertiga berangkat menggunakan kereta api. Tapi itu adalah pertama kalinya Arif berada di gerbong kereta eksekutif. Dia lumayan sering menggunakan moda transportasi itu. Tentu saja di kelas ekonomi. Bahkan kelas bisnis pun belum pernah ia naiki. Eh, sekarang langsung loncat di kelas eksekutif.

Sementara untuk Tunas dan Wafi, itu adalah pertama kalinya mereka naik kereta api. Di kota tempat mereka berasal, sebenarnya sudah ada kereta api. Tapi karena tak ada tujuan, jadi mereka tak pernah menggunakan moda transportasi tersebut. Kalau pun untuk bepergian keluar kota, biasanya mereka cukup berteleportasi. Jauh lebih cepat dibandingkan naik pesawat.

Maka dari itu, ketiganya terlihat sangat excited selama di perjalanan. Seperti anak kecil, mereka menelusuri satu persatu gerbong. Dari gerbong paling depan ke gerbong penumpang paling belakang. Kemudian berhenti di kereta makan untuk membeli sarapan. Lalu menikmati kopi sambil mengabadikan kebersamaan mereka.

Sesampainya di Yogyakarta, Tunas memutuskan untuk menyewa sebuah mobil. Seharian mereka mengelilingi Kota Gudeg itu, sampai lupa belum menyewa hotel. Karena pada dasarnya, jalan-jalan kesana memang berdasarkan celetukan Wafi pukul tiga dini hari. Tapi Tunas memutuskan mereka harus berangkat hari itu juga. Semuanya dilakukan secara spontan. Sampai ia teringat belum memesan penginapan.

Bagaimana tidak lupa, mereka bertiga baru sampai, tapi sudah sibuk membeli oleh-oleh. Walaupun tak membawa pakaian ganti, tentu saja Arif membawa dompet, beberapa lembar uang tunai. Kalau dirasa kurang, ia tak akan ragu menggunakan uang tabungannya.

Untung saja Tunas menyewa mobil berjenis minivans. Cukup untuk menampung kekhilafan mereka di kursi paling belakang.

"Tenang aja Kak. Aku sudah sewa tempat kok," Wafi berujar di belakang kemudi. Membuat Tunas merasa lega. Ia tak tega melihat Arif ketiduran di kursi tengah. Karena itulah ia langsung pindah, menjadikan bahunya sebagai sandaran kepala Arif.

Wafi menyewa sebuah villa di kawasan resort di Ngaglik. Berada di kawasan Sleman. Staf resepsionis dibuat tersenyum melihat Tunas menggendong Arif di punggungnya. Mungkin karena tinggi Tunas terbilang diatas rata-rata, mereka sempat mengira Arif adalah anak kecil.

Sebenarnya Arif sudah terbangun sejak mereka berada di lobby. Tapi karena malu, ia tetap pura-pura tidur. Dari tempo napas yang menerpa lehernya pun, Tunas sedari tadi mengetahui Arif terbangun. Tapi ia memilih untuk diam. Makanya sedari tadi Tunas hanya senyum-senyum sendiri. Ia bisa mendengar kepanikan di dalam hati Arif.

Whoops!!

Tunas mengira Arif terjatuh saat ia hendak membaringkannya ke kasur. Karena Arif melompat tanpa aba-aba. Warna kulit sawo matang yang semakin gelap, karena seharian terpapar sinar matahari, tak bisa menghalangi rona merah di wajah Arif.

"Kenapa Rif?" Tunas bertanya. Ia berdiri dengan menyilangkan tangannya di depan dada. Menatap Arif yang terlihat salah tingkah.

"Kenapa gak dibangunin aja Kak?"

"Kamu keliatan capek. Gak tega rasanya."

"... makasih," ucapnya dengan kikuk.

"Kalo masih ngantuk, tidur lagi. Atau mandi dulu. Biar seger."

Arif hanya mengacungkan jempol sebelum menuju kamar mandi. Baru saja masuk, ia kembali keluar. "Belanjaan kita tadi dimana Kak?"

"Nyari baju ganti?" Pertanyaan Tunas di jawab anggukan oleh Arif. "Kayaknya masih di mobil. Memangnya kamu mau tidur pake baju lengkap?"

Re:XXX [3rd Season]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang