3. Pertemuan

8.2K 867 8
                                    

Tak habis-habisnya Lala menghujani kecupan di pipi Zartin, "Bibi harap anak bibi nanti seimut kamu!"

Disebelahnya, Ary dan Sammy meringis saling melirik mata bersamaan. Lalu Ary menyodok lengan temannya yang kini resmi beristri, "Dia... Ganas, Kamu harus hati-hati Sam, Ketahuan selingkuh..." Ary menarik miring tangannya di leher, "You're dead" Lanjutnya menakuti pria berjas pengantin biru tersebut.

Sang pengantin pria meneguk ludahnya, "Be-benarkah? Kamu jangan mencoba menakutiku" Ujar Sammy.

Ary menyeringai, "Itu karma buatmu tuan playboy, Terima saja nasibmu" Dia menepuk-nepuk punggung Sammy.

Kemudian berpindah pada pengantin perempuan, "Lala, Aku harap kamu bisa tegas menjadi istri untuk Sammy dan ini kado dariku kami"

Mereka bertukar, Lala menyerahkan Zartin dan Ary memberikan kado, "Tentu saja! Nanti akan aku buka hadiah kalian saat pestanya selesai, Kalian jangan dulu pulang oke? Bermalamlah di hotel ini, Kalian mau kan?" Mohon gadis cantik bergaun biru cerah itu bersungguh-sungguh.

Ayah satu anak itu mendesah pelan, "Baiklah kami akan menginap, Tapi aku dan Zartin tidak membawa baju ganti"

Sammy tersenyum, "Kamu tidak usah pusing soal itu, Biar aku yang atur semuanya, Kamu urus saja Zartin baik-baik"

Lala mendadak cemberut, "Padahal aku ingin sekali tidur dengan Zartin, Tapi anakmu itu terus menempel padamu sepanjang hari!" Keluhnya menggigit tengah bibirnya melihat si bayi yang memeluk erat Ary.

Dia tertawa kecil, "Dia ini anakku Lala, Kalau anakmu, Mana mungkin akan menempel padaku?"

"Sabar sayang, Kita bisa buat anak yang seimut Zartin" Hibur Sammy.

Lala mendelik dan mencubit pinggang suaminya, "Jangan bicara yang kotor didepan bayiku!" Sammy menggembungkan pipi sambil mengusap bagian pinggangnya yang perih.

Si bayi tiba-tiba menegakkan kepalanya, "Papa papa, Zal lapal"

"Sammy, Lala, Kami pergi dulu ke tempat prasmanan, Zartin lapar"

Sammy terkekeh lalu mengelus rambut pirang Zartin, "Kamu bocah yang cepat lapar, Nanti makan yang kenyang oke?"

Zartin memberi hormat kepada paman Sammy-nya, "Baik Paman! Ayo Papa" Bocah itu menarik tangan Ary menjauh dari dua pengantin yang gemas di pelaminan.

Dikarenakan meja yang tinggi, Si bayi tak dapat memilih apapun yang disukainya, Bocah itu seketika mengeluh, "Papa papa, Gendong Zal Papa" Pintanya merentangkan tangan.

Ary yang sibuk mengamati tiap hidangan itupun terkikik, "Bagaimana aku akan mengambilkanmu piring dan nasi kalau kamu minta gendong seperti ini?"

"Tapi Zal mau lihat" Bocah 2 tahun itu memutar-mutar telapak tangan kecilnya di perut yang berlapis kaos putih.

Helaan nafas keluar dari mulut Ary. Dia mengambil kertas minyak lalu menyendok nasi kedalamnya, menggulung dan memberikannya kepada putranya, "Kamu makan ini dulu, Tunggu aku di meja itu dan jangan kemana-mana, aku ingin memilih sebentar, Paham?"

Dengan bahagia si bayi memakan nasi, "Iya Papa, Zal kesana dulu" Dia berjalan menggiring kaki kecilnya ke meja yang ditunjuk Ayahnya sebelumnya.

Zartin tanpa sadar menyita banyak perhatian para tamu perempuan di sana. Mereka jarang melihat anak selucu itu. Namun didetik selanjutnya mereka mengerenyit lalu saling berbisik saat melihat mata hijau juga rambut si bayi, "Aku salah lihat atau tidak sih? Tapi kurasa anak itu mengingatkanku akan seseorang"

Yang dibisikinya setuju, "Benar, Tapi dimana aku pernah melihatnya?"

Lalu derap sepatu yang terdengar berwibawa membuat para tamu-tamu menoleh. Spontan para wanita menutup mulut tak percaya, "Itu Tuan Singar! Presiden dari perusahaan SERSA!" Pekik salah seorang perempuan.

Singar Sersamuel Endries. Pria 31 tahun itu merupakan pewaris utama sekaligus Presiden di perusahaan SERSA. Pria yang tidak banyak bicara kecuali hal penting yang berhubungan dengan bisnis. Sorot mata hijau cerah indahnya dapat melelehkan hati para wanita. Tubuhnya yang tegap juga berisi meski terlapis oleh jas hitamnya membuat wanita manapun akan rela untuk memberikan diri mereka ke tempat tidurnya.

Kakinya benar-benar panjang dan seksi sehingga tak sedikit perempuan di luaran sana yang berfantasi jika suatu saat nanti mereka dapat melihatnya. Wajahnya adalah campuran dari Amerika-Indonesia. Ayahnya asli orang Amerika sementara ibunya sudah jelas Indonesia. Sayangnya mereka telah meninggal dunia.

Dari kecil hingga besar Singar diasuh oleh kakek dari pihak ibunya. Barulah setelah cukup dewasa sang kakek memberikan haknya yaitu Perusahaan SERSA. Banyak keluarga pihak ibunya yang menginginkan agar perusahaan SERSA dibagi saja mengingat saat itu Singar masih 17 tahun tetapi usulan mereka dibantah tegas oleh pria tua itu karena menjalankan amanah yang diberikan oleh putri juga menantunya.

"Tuan, Anda duduk disini, Biar saya yang mengambil makanan" Singar mengangguk singkat di tempat duduknya.

Telinganya tiba-tiba menangkap suara bisikan sala satu tamu, "Hey! Mereka benar-benar serupa! Aku baru sadar, Bocah itu mirip dengan Tuan Singar!"

Alis tebalnya mengerut, Tanpa sadar mengedarkan manik hijaunya guna mencari bocah yang mereka bisikkan tadi. Pandangannya kaku pada seorang anak yang kebetulan duduk berjarak satu meja yang berada tepat didepannya. Bocah pirang dengan sedikit rambut hitam yang menjulang itu juga duduk menghadapnya namun fokusnya ada pada nasi yang dipegangnya.

Jika diperhatikan anak itu memang hampir serupa dengannya waktu kecil. Dari wajah, Mata bahkan rambutnya pun sama. Anak siapa? Pikirnya. Tak lama kemudian dia melihat seorang pria muda datang membawa makanan dan meletakkannya di meja. Singar masih terus memperhatikan keduanya.

Lalu pria itu mengelap mulut si bocah dengan tisu sebelum menyodorkannya sepiring kecil nasi. Tunggu, Nasi? Singar memandang gunung nasi juga lauk yang sangat sedikit di piring bocah itu. Keningnya berlipat, "Suka nasi, Bocah itu?" Gumamnya tak percaya.

Yang mengenal Singar pasti tau jika makanan favoritnya adalah nasi. Kembali dia amati anak yang nampak sangat mencintai nasi bahkan mendahulukannya daripada lauk.

Garis datar bibirnya tanpa sadar naik, "Mungkin hanya mirip"

Panji datang lalu meletakkan piring yang dibawanya. Hendak duduk di kursi yang berhadapan dengan tuanya tapi kata-kata yang keluar dari Singar membuatnya urung, "Duduk di sini" Pria 31 tahun itu menunjuk kursi didamping kirinya.

Walau heran Panji tetap menuruti keinginannya, "Dasar pria aneh! Kamu yang biasanya paling tidak suka jika aku duduk didekatmu" Cibir Panji sambil memakan kue miliknya.

Singar melirik sebentar sekertarisnya sebelum makan, "Kamu berisik" Ucapnya. Dia bingung mengapa kedua matanya tidak mau lepas dari pemuda juga bocah itu.

"Ayolah, Aku hanya ingin membuatmu berbicara lebih banyak kata lagi" Jelas Panji malas sembari melirik wajah kaku bosnya dan menemukan bahwa pria itu tidaklah fokus pada makanannya. Rasa bertanya membuatnya mengikuti arah pandangnya.

Bola matanya melotot tidak yakin. Dia menyenggol kasar pria disampingnya, "Tuan, Apakah itu anak hasil hubungan haram anda?" Celetuknya.

"Bukan, Jangan menyentuhku"

Panji mendengus, "Lalu jika bukan mengapa wajahnya sangat mirip dengan anda? Dan juga..." Dia menatap makanan si bocah, "Nampaknya makanan favorit kalian sama" Sambungnya.

"Mungkin kebetulan"

Namun sang sekertaris membantahnya, "Apanya yang kebetulan! Aku ini sepupumu jika kamu tidak lupa, Aku juga besar dalam asuhan kakek jadi aku tau seperti apa rupamu saat kecil dan lihat anak itu! Coba ingat-ingat lagi, Mungkin saja kamu pernah meniduri wanita tanpa sadar, Kamu tahu anak itu benar-benar serupa jika saja kamu tidak memotong pendek bagian rambutmu yang hitam itu!" Tutur Panji gemas.

Suaranya yang keras membuat semua mata mengarah kepada mereka. Singar mengusap halus wajahnya sementara Panji kini cengengesan menggaruk rambutnya, "Kita jadi bahan tontonan"

Yang tak sengaja Singar bertatapan dengan pria yang bersama si bocah. Terlihat jelas pemuda diseberang terkejut lalu menatap si bocah dan dia secara bergantian, Sepertinya pria itu baru menyadari kemiripannya dengan anak pirang itu, pikir Singar.

HOT YOUNG PAPA, WILL YA MARRY ME? (Mpreg) (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang