RH| 29 KEKUATAN DUKUNGAN TEMAN

6 4 0
                                        

Malam itu, setelah makan malam bersama keluarga Arella, suasana rumah terasa hangat. Keluarga Arella tertawa bersama di ruang tamu, saling berbicara tentang rencana liburan berikutnya. Namun, tiba-tiba Sarah menerima telepon dari rumahnya.

"Sarah?" suara di ujung telepon terdengar cemas.

Sarah langsung berdiri, matanya melebar mendengar kabar buruk itu. "IMamah, ada apa?"

"Papah... Papah tiba-tiba jatuh sakit, sayang. Kami butuh kamu di rumah sekarang."

Sarah diam beberapa detik, mencoba mencerna apa yang baru saja dia dengar. "Apa? Papah kenapa?" suaranya bergetar.

"Iya, sayang. Papahmu lemas, gak bisa bangun. Kami udah bawa ke rumah sakit, tapi kami butuh kamu di sini."

Detik itu juga, wajah Sarah berubah pucat. Dia langsung menekan tombol akhir telepon dan berjalan tergesa-gesa menuju ruang tamu. Arella yang melihat gerakannya segera menghampiri.

"Ada apa, Sar?" tanya Arella cemas.

"Bokap gue sakit, Arel. Gue harus pulang," jawab Sarah dengan suara serak.

Keluarga Arella yang sebelumnya asyik ngobrol langsung terdiam mendengar kalimat itu. "Sarah, kamu harus segera berangkat?" tanya Bunda Arella, matanya penuh perhatian.

"Iya, Bun," jawab Sarah, suaranya sedikit bergetar. "Papah aku... Papah tiba-tiba jatuh sakit."

Bunda Arella berdiri dan mendekati Sarah, memeluknya dengan lembut. "Kamu tenang, ya, nak. Semoga Papahmu cepat sembuh. Kalau perlu apa-apa, bilang saja, kami siap bantu."

Sarah menundukkan kepala, perasaan berat menghimpit dadanya. "Terima kasih, Bun. Aku... aku gak tahu harus gimana."

Ayah Arella juga menghampiri Sarah, memberikan senyuman hangatnya. "Jangan khawatir, Sarah. Semua akan baik-baik saja. Keluarga ini selalu ada untuk kamu."

Sarah mengangguk pelan, tak bisa menahan air mata yang mulai menggenang di matanya. "Terima kasih banyak, yah. Aku... aku gak tahu harus ngomong apa."

Arella memegang tangan Sarah. "Sar, kita bakal bareng, ya. Gue anterin lu ke stasiun, kita cari tiket kereta sekarang."

Dengan wajah yang masih penuh kecemasan, Sarah mengangguk, mencoba tetap tegar. "Gue cuma butuh waktu sebentar buat pamit, Arel."

Sarah berjalan ke ruang keluarga di mana keluarga Arella duduk. Dia menghampiri kedua orang tuanya, "Ayah, bunda, aku... aku harus pergi sekarang. kalian jangan khawatir, ya, aku bakal kabarin kalau ada apa-apa."

Ayah Arella, yang kini sedang duduk di kursi, mengangguk dengan lemah. "Hati-hati di jalan, nak. Jangan lupa kabarin kalau sampai."

"Iya, yah. Aku janji," jawab Sarah, suaranya pelan.

Bunda Arella berdiri dan memeluk Sarah erat. "Kamu pasti kuat, sayang. Papahmu pasti baik-baik saja."

Sarah memeluk bunda arella untuk beberapa detik, merasakan kehangatan dan kasih sayang yang luar biasa. "Bun, aku sayang banget sama kalian."

"Ayo, Sar," Arella memanggil lembut. "Gue antar, ya."

Sarah menarik napas panjang, merasa berat untuk meninggalkan keluarga Arella, tapi dia tahu harus segera berangkat. Tanpa berkata apa-apa lagi, dia mengikuti Arella ke mobil.

***

Sampai di stasiun, suasana di antara mereka menjadi lebih emosional. Arella dan teman-teman Reyhan membantu Sarah dengan koper dan barang-barangnya, sementara Sarah tetap merasa cemas.

"Sar, tenang aja. Bokap lu pasti sembuh. Gue yakin," Reyhan berkata dengan suara meyakinkan, meski matanya menunjukkan kekhawatiran yang sama.

Dimas menepuk punggung Sarah. "Kalau ada apa-apa, kita selalu siap bantu."

Fariel, yang lebih pendiam, memberikan senyuman dan berkata, "Kita doain Bokap lu cepat sehat, Sar."

Jovano, yang tak pernah ketinggalan bercanda, menambahkan, "Kalau ada yang ganggu di kereta, tinggal telpon gue. Gue bakal siap sedia jadi penjaga lu!"

Sarah tak bisa menahan senyum kecil meski hatinya terasa berat. "Terima kasih banyak, guys. Gue nggak tahu gimana caranya tanpa kalian."

Arella menggenggam tangan Sarah erat. "Lu gak sendiri, Sar. Gue di sini buat lu. Gue tahu ini berat, tapi semuanya bakal baik-baik aja."

Namun, saat suara kereta mulai terdengar, Sarah menatap Arella dengan mata yang mulai berkaca-kaca. "Arel... Bokap gue pasti baik-baik aja kan?"

Arella mengangguk penuh keyakinan. "Iya, Sar. Bokap lu kuat. Gue yakin."

Sarah tersenyum sedikit, meskipun rasa khawatir itu masih menggelayuti pikirannya. "Gue percaya sama lu, Arel."

Saat kereta mulai bersiap berangkat, Arella melambaikan tangan dengan penuh harapan. "Jangan lupa kabarin, ya, Sar!"

Sarah mengangguk sekali lagi, lalu melangkah masuk ke kereta, memulai perjalanan pulang dengan hati yang berat.


***

halo guys!
gimana kabarnya nih semoga sehat-sehat ya

Rel dan Han kembali nih

ayoo tinggalkan jejak dengan vote dan komen yaa, kalian jaga kesehatan

salam hangat

alenaf19

_19 Oktober 2023

REL & HAN  (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang