DAY 3 - The Teacher's Confusion

23 4 0
                                    

Tiupan udara dingin yang keluar dari air conditioner membuatku terbangun. Telapak kakiku yang tak memakai kaus kaki terasa sedikit kebas. Aku mengusap mataku yang lengket sambil bangkit. Untung saja, sofa yang sedari tadi kutiduri begitu empuk sehingga aku tak harus mengeluhkan punggung yang pegal.

"Good morning."

Aku terperanjat dan menoleh ke arah suara. Ronan sedang tersenyum lebar, memakai kacamata bingkai hitamnya, di kursi ruang makan yang lampunya masih menyala. Aku mengerjap dan membalas senyum seadanya. Kemudian aku menatap sekeliling penginapan yang lampunya sudah dimatikan. Pasti anak-anak sudah tidur pulas. Sepi sekali.

Aku menurunkan kaki dan merasa sedikit lega dengan kehangatan bulu-bulu karpet di bawah telapak. Aku pun berdiri dan sebungkus cokelat Hershey's Gold terjatuh di sebelah kakiku. Aku tak peduli.

"Apa yang sedang kau lakukan?" tanyaku sembari melangkah ke meja makan.

"Mencari dance choreo untuk bulan depan." Ronan memang tipe night owl, dimana kreativitasnya untuk mengajar klub tari Effingham muncul di jam segini. "Bagaimana tidurmu?"

"Lumayan." Aku pun duduk di seberangnya. "Terasa lama."

"Padahal kau baru tidur 4 jam," ujarnya.

"Memangnya jam berapa ini?" Aku memicingkan mata, mencari jam dinding di sekitar ruangan.

"Jam 3."

Oh, pantas udaranya dingin berkali-kali lipat. Aku juga baru sadar dia menyapa selamat pagi.

"Cokelat itu punya siapa?" Aku menoleh ke sofa.

"Itu punyamu," Ronan mendongak sebentar.

"Dari?" Aku menggerling kepada Ronan.

"Emma." Ronan mengakhiri ucapannya dengan tersenyum seraya menelisik reaksiku.

Aku mengerutkan dahi. Yang benar saja? Mimpi apa aku tadi?

Tak terasa kedua ujung mataku menyipit senang.

"Hahaha aku juga dapat, kok." Ronan mengedikkan kepala ke cokelat Hershey yang sebagian sudah dimakan di meja.

"Oh." Aku mencoba terlihat tegar.

Ah, kukira...

Ronan terkekeh kecil selagi aku menggaruk leher belakangku. "Kenapa, Taylor? Kau tampak kecewa."

"Biasa saja," sanggahku.

Ronan mendelik. "Dia memang membagikannya kepada semua guru. Saat teman-temannya tidak sadar." Bisa kutangkap bahwa Emma sengaja memberikannya pada kami namun tidak boleh ada temannya yang tahu. Keputusan yang dewasa.

Aku berjalan menghampiri sofa, meraih cokelat itu, dan menghampiri Ronan. Kubuka bungkusannya sambil menatap merek. "Ini cokelat Amerika."

Ronan memainkan keyboard-nya. "Ya. Albert—entah Robert—kakak Emma, baru pulang dari Toronto."

Albert... jawabku dalam hati.

Aku mengunyah terus cokelat sambil melamun, entah memikirkan apa.

Lalu aku teringat sesuatu. "Hey, Ronan. Aku ingin mengajakmu berbicara. Tapi tidak di sini. Aku khawatir akan ada yang mendengar."

"Tentang?"

"Mr. Davis."

Ronan berhenti mengetik. "Oh.." gumamnya. "Bagaimana kalau besok? Beberapa guru dan anak-anak akan pergi ke pantai dekat sini. Aku dan Florence tidak akan ikut. Kukira kau juga."

MR. ART HIMSELF [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang