Dunia masih berputar seperti biasanya. Lautan juga tidak kering. Langit juga masih menurunkan hujannya. Jalan di kota kecil ini tetap sama seperti dulu—tidak pernah macet. Burung tidak mengaum, suara kucing tidak berubah menjadi gonggongan. Jarum jam terus menjalani rutinitasnya mengurangi hari demi hari. Murid-murid Effingham High School tidak pergi malam untuk sekolah dan pulang keesokan paginya.
Semua masih normal dan membosankan. Tapi apa yang menjadikannya berbeda?
Sikap hangat yang suhunya menurun drastis. Menciptakan kebekuan antara dua manusia yang usianya terlampau jauh yang akan diceritakan pada bagian ini.
Ketika Emma memasuki ruang guru, matanya langsung tertuju pada seseorang itu. Lelaki yang baru saja berulang tahun ke 26 dua hari yang lalu. Emma mengucapkan selamat melalui direct message, tapi hanya dibalas kata "Trims" tanpa panggilan atau emoji apapun. Dan sekarang Mr. Taylor tidak lagi memakai setelan serba cokelat. Dia memakai jas hitam dan membaca buku bertema berat di mejanya. Matanya lurus memandang tulisan, tanpa sekalipun tertarik mendongak ke sekeliling. Padahal Emma berharap sang guru melihatnya, sehingga gadis itu bisa menangkap ekspresi Mr. Taylor ketika bertatap dengannya.
Emma mengumpulkan tugas susulan terakhirnya kepada Ms. March. Mengejar nilai yang tertinggal meski itu pelajaran sastra kesukaannya tetap saja melelahkan. Namun untungnya Ms. March memuji essainya, menjadi garis final baik untuk Emma pribadi.
Tiba-tiba saja letupan keras paper confetti memekakkan telinga seisi ruang guru. Mr. William tertawa keras setelah meletupkannya. Ms. Ronan membawa kue ulang tahun dan beberapa guru lainnya mengekor dengan membawa hadiah masing-masing. Mereka semua menghampiri meja Mr. Taylor dan menyanyikan lagu ulang tahun bersama-sama. Ms. March ikut mendekat. Emma menyaksikan kejutan itu dengan seru.
Senyumnya mengembang ketika melihat Mr. Taylor dipakaikan topi baret crochet khas seorang pelukis. Ia meniup kue yang berbentuk kaleng cat besar.
"Ini bukan Paulina yang buat, 'kan?" tebaknya. Para guru mengatupkan bibir dan tertawa keras.
"Memang kepada siapa lagii?" Ms. Ronan menyikut Mr. Taylor.
Mr. Taylor memejamkan mata sembari mendongak ke atas, menyayangkan kenapa harus toko Paulina lagi yang dipesan mereka, padahal ia sudah bosan sekali mencicipi resep kakaknya—meski enak dan tidak ada saingannya di kota.
Emma menyentuh dada kirinya. Linu sampai punggung terasa berat. Ia menelan ludah, buru-buru keluar dari ruang guru. Ia tidak mau terlihat sakit di depan mereka. Apalagi jika sampai rubuh di tengah kejutan ulang tahun.
Ia tidak mau mati sekarang...
Mr. Taylor tahu Emma ada di ruang guru sedari tadi. Kemampuan pengamatannya sangat jeli, meski tidak harus dengan sengaja menatap. Ia tahu Emma ikut tersenyum girang di depan meja Ms. March. Itu membuat hatinya sejenak berbunga, tetapi kemudian layu kembali karena ia juga tahu bahwa Sean dan Emma memakai gelang yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
MR. ART HIMSELF [COMPLETED]
RomansaWake Me Up When I Sleep 3 is a continuation of the previous Effingham thing. The trilogy is still very much related and there are no separate stories. There will be more POV of Mr. Taylor who's in dilemma about his feelings for Emma. He's not only h...