Tentu saja Mr. Taylor tidak menculiknya. Emma malu setengah mati saat tadi mobil berhenti di depan sebuah bengkel kecil, Mr. Taylor bertemu teman lelakinya, dan memberikan sebuah dus berisi laptop. Emma menonton mereka dari dalam mobil. Mereka berdua berbincang dan saling menepuk punggung layaknya sahabat dekat. Entah urusan apa yang mereka kerjakan.
Emma menelan ludah dan pelan-pelan memasang sabuk pengamannya. Ia tidak jadi bersiap untuk kabur. Ia merasa bersalah karena telah berprasangka buruk kepada gurunya yang sudah baik hati mau menyelamatkannya. Ia pun tidak tahu bahwa alasan Mr. Taylor tidak mau memberikan ponselnya pada Emma adalah karena wallpaper ponselnya terdiri dari sebuah gambar digital—tak lain dan tak bukan adalah foto profil Instagram Emma. Mr. Taylor menggambarnya di iPad beberapa malam yang lalu.
Mr. Taylor kembali ke mobil dengan muka sumringah karena telah bertemu teman dekatnya. Mereka pun lanjut berkendara, berbelok setelah 300 meter dan memasuki wilayah jajaran rumah-rumah sederhana dengan halaman yang bersih. Jauh dibanding kemegahan di blok perumahan rumah Emma.
Sampailah mereka di depan sebuah rumah dua lantai yang cukup luas dan kerasan. Walau tanpa pagar, namun tampaknya lingkungan sekitar cukup aman untuk ditinggali.
Mr. Taylor memarkirkan mobilnya dan berkata, "Sampai."
Emma membuka pintu mobil, turun, dan mengambil tas dari jok belakang. Suasana sekitar begitu sepi dan asri. Kesejukan petang menjelang malam membuat Emma langsung kerasan.
Mr. Taylor dan Emma melangkah ke depan pintu. Emma memilih untuk tidak menaiki teras dan Mr. Taylor menekan bel rumahnya. Tak perlu waktu lama, seorang wanita cantik, beralis tebal, dengan rambut diikat yang berusia sekitar 50 tahunan membuka pintu dan langsung memeluk anak bungsunya.
"Bagaimana kerja hari ini, sayang?" Ibunya mencium sisi rambut bergelombang Mr. Taylor.
"Baik, seperti biasanya, mum," jawab Mr. Taylor. Emma tersenyum tipis melihat adegan yang menghangatkan hati itu. Ia jadi teringat Miller. Sungguh perasaannya teriris mendapati kakak lelakinya itu tidak pernah merasakan disambut seorang ibu yang mencium dan menanyakan kondisi hati Miller setelah bekerja seharian.
KAMU SEDANG MEMBACA
MR. ART HIMSELF [COMPLETED]
Roman d'amourWake Me Up When I Sleep 3 is a continuation of the previous Effingham thing. The trilogy is still very much related and there are no separate stories. There will be more POV of Mr. Taylor who's in dilemma about his feelings for Emma. He's not only h...