Emma's POV
"Emma!"
"Emma kau mendengarku?"
"Kau kenapa?"
"Bangun, Emma..."
"Apa aku harus memanggil Alex?"
"Sepertinya iya."
"Jam berapa sekarang?"
"Jam setengah empat pagi."
"Mō! (Ya ampun)."
"Dia mungkin sedang mimpi buruk."
"Kurasa juga begitu."
Hikaru dan Kim malah berdebat di dekat tangga. Berulang kali tanganku melambai-lambai meminta mereka menarikku ke suatu tempat. Kakiku tidak bisa bergerak, kaku seperti ditahan oleh pengikat yang tak terlihat.
Hikaru dan Kim akhirnya berjalan menghampiriku. Seperti berlari, padahal jarak mereka dekat sekali.
Tangan kanan Miller kini mencengkeram kedua rahang pipiku. Aku tercekat panik. Kepalaku dipaksanya untuk menghadap wajahnya yang sedang merah padam penuh amarah.
"Kau sebut aku monster, Emma?" tanyanya menggeram. Sebelah tangan kirinya mengangkat gambar acak-acakkan hitam milikku.
"Tidak, Miller..."
"ANAK SIALAN!" Miller menampar pipiku sampai tubuhku terhempas. Perlahan dan perlahan, aku melayang beberapa saat sebelum terjerembab ke lantai. Saat itu juga, aku terkejut sekaligus. Tubuhku menegang, nafasku memburu. Kulihat Hikaru dan Kim di sisi tempat tidurku, tengah menatapku dengan penuh kecemasan.
"Oh, syukurlah Tuhan... Kau bangun!" Kim naik ke tempat tidur dan menyodorkan botol minum Brown line milikku. Aku langsung duduk, meski efek mimpi terjatuh tadi masih terasa di dalam tubuhku.
"Aku kenapa?" tanyaku lemas, menekan tombol tumblr dan sedikit meneguk air putih di dalamnya.
Hikaru duduk di sebelahku. Rambutnya kusut sekali. "Kau memukul-mukul ranjang sambil mengerang."
Astaga...
"Betul, Emma," Kim menyetujui. "Kau terlihat sedang meminta tolong tapi tertahan. Bukankah kau mimpi buruk, tadi?"
Apakah Miller membuka-buka buku note di meja belajarku? Oh, aku menyesal tidak langsung membuang gambar monster itu! Bagaimana jika dia menemukan namanya di samping sosok yang kugambar? Tidak, tidak! Dia akan membunuhku!
"Emma?" tanya Hikaru. Ia menyentuh bahuku.
Aku mengangguk. "Iya. Aku mimpi buruk." Aku tak mungkin menceritakan aku sebenarnya meminta pertolongan mereka berdua untuk membebaskanku dari amarah Miller. Apalagi memberitahu secara detail adegan mengerikan yang kualami tadi. "Maaf ya, aku jadi membangunkan kalian..." Aku tidak tahu perilakuku terlihat seburuk apa. Pasti sangat mengganggu tidur teman-temanku. Rasanya ingin pindah kamar dan tidur sendirian saja.
"Sudah, tidak apa-apa," ujar Kim. "Kami cemas sekali." Gadis itu memegang tanganku. "Kalau kau tidak enak badan bilang sama kami, ya."
Baru kali ini ada seorang teman yang menyentuhku dengan tulus dan lembut. Aku jadi sadar bahwa aku jarang mendapat perhatian seperti ini dari teman sebayaku di sekolah.
"Lima menit setelah kau tidur Alex menitipkanmu sama kami," Hikaru berkata lembut, diakhiri dengan senyum yang membuat matanya menyipit manis. "Jadi, kami akan menjagamu!"
"Terima kasih," aku terharu. Dari cara mereka menatapku, aku tahu Kim dan Hikaru berharap aku akan berbicara lebih mengenai mimpiku. Maaf, tapi aku benar-benar tidak bisa. "Um, aku ingin menghirup udara subuh dulu. Kalian lanjut tidurlah lagi. Aku ingin membuang mimpi tadi jauh-jauh."
KAMU SEDANG MEMBACA
MR. ART HIMSELF [COMPLETED]
RomanceWake Me Up When I Sleep 3 is a continuation of the previous Effingham thing. The trilogy is still very much related and there are no separate stories. There will be more POV of Mr. Taylor who's in dilemma about his feelings for Emma. He's not only h...