That's How I Met Your Father

22 4 0
                                    

Emma berjalan dengan santai di lorong sekolah Effingham High. Rambutnya yang terhias cantik bergoyang-goyang lembut seiring kakinya menghentak langkah di atas lantai.

Ia memeluk map besar berwarna cokelat dengan kertas-kertas penting di dalamnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ia memeluk map besar berwarna cokelat dengan kertas-kertas penting di dalamnya. Koridor begitu sepi, sebab semua orang sedang melaksanakan belajar mengajar. Ia melewati kelas seni Mr. Taylor—kosong. Kemungkinan sedang belajar di Art Room sekolah. Emma menelan ludah ketika ia tidak mendapati ada Mr. Taylor di sana.

Ah, kenapa juga aku kayak mencari sosoknya? Emma menangkis pemikirannya sendiri.

Saat ia melewati jajaran kelas eksak; matematika, ia bisa melihat Mr. William tengah mencatat rumus-rumus rumit di papan tulis. Saat melewati kelas biologi tahun 10, anak-anak sedang mencatat tanpa ada guru di sekitarnya. Saat melewati kelas kimia, kosong juga—mereka pergi ke labolatorium untuk praktikum. Dan saat sampai di pintu kelas fisika tahun 10, Mr. Davis tak sengaja saling berkontak mata dengan Emma. Sang guru yang sedang menjelaskan langsung terhenti dan berkata pada murid-muridnya.

"Sebentar," ujarnya lalu keluar kelas. Emma berhenti melangkah karena sang guru memang menghentikan kegiatan di dalam kelas untuknya.

Mr. Davis membuka pintu dan memberikan senyum terbaik. Murid-murid di kelas menoleh dengan penasaran ke arah pintu. "Ms. Anderson, maaf menganggu sebentar."

"Ya, Sir?" jawab Emma.

"Tugas susulanmu untuk tiga minggu kemarin akan saya berikan sepulang sekolah. Ke ruangan saya ya?" pinta Mr. Davis. Emma sampai lupa, dia memang belum meminta tugas tambahan untuk pelajaran fisika.

"Baik, Sir. Terima kasih sudah mengingatkan," angguk Emma. Mr. Davis tersenyum lagi. Emma ingin sekali menyingkir dari sana, sebab murid-murid kelas 10 mulai mengintipnya dari dalam jendela. Terutama anak-anak laki-laki yang memandang dengan penasaran sambil bertingkah tergila-gila. "Apa ada yang bisa aku bantu, Mr. Davis?"

Mr. Davis rupanya menyadari kelakuan murid-muridnya. Ia sempat melirik jendela, lalu melirik Emma lagi. "Maaf atas tingkah laku mereka. Wajar kok seperti itu padamu," kata Mr. Davis. Belum sempat Emma mencerna ucapannya yang tampak seperti keceplosan, lelaki usia 30 tahun itu melanjutkan ucapannya.  "Well then dari saya segitu saja. Jangan lupa pulang sekolah ya."

Mr. Davis kemudian berbalik dan masuk lagi ke dalam kelasnya. Emma langsung berjalan menjauhi kelas fisika dengan kepala yang penuh. Ia menyesali diri sendiri kenapa sampai lupa menghubungi gurunya yang satu itu? Mungkin jika ia mengirim pesan seperti kepada Mr. Taylor, Mr. Davis akan hanya memberinya daftar tugas melalu chat juga. Tidak harus bertemu seperti nanti sore. Apalagi Mr. Davis merupakan kepala departemen fisika, dimana ia memiliki ruang pribadi sendiri.

Aku harus masuk ruangan Mr. Davis bersama Alex!

Hatinya menjadi gundah dalam sekejap, tapi kemudian kembali tenang saat melihat pintu bertuliskan Administration Room mulai dekat dengannya. Emma pun masuk dan langsung menghampiri meja panjang seperti meja resepsionis dan memberi tahu seorang wanita tata usaha di sana untuk memberikan berkas yang belum sempat ia berikan saat menjadi siswi baru.

MR. ART HIMSELF [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang