Bab 21

25.3K 1.8K 226
                                    

DILARANG BAWA-BAWA CERITA LAIN DI CERITA INI, JANGAN SAMAKAN CERITA INI DENGAN CERITA LAIN. INI MURNI HASIL PEMIKIRAN SAYA, JIKA ADA KESAMAAN NAMA TOKOH ATAU YANG LAIN, ITU HANYA KETIDAKSENGAJAAN SEMATA. TOLONG BIJAK DALAM MEMBACA, JIKA TIDAK SUDAH SILAHKAN SKIP!⚠

Hai aku up lagi nih, gimana chapter kemarin? Apakah seru? 

Nungguin gak?

Share cerita ini ketemen-temen kalian ya, supaya rame🙃

Note : typo bertebaran di mana-mana, tandai yang typo.


(HAPPY READING)

(❁´◡'❁)


"Halwa ngapain?" tanya Kahfi kepada Halwa.

"Mau minta restu Kiyai, Bu nyai, Abah sama Ummi. Soalnya saya mau mengkhitbah Halwa," bukan Halwa yang menjawab, melainkan Haikal.

Sedangkan Halwa hanya bisa terdiam dengan pipi yang sudah memerah, entah kenapa jantungnya pun berdetak dua kali lebih cepat. Gadis itu masih menundukkan kepalanya, ia tak berani mengangkat kepalanya takut pipi merahnya dilihat mereka semua.

Khalil dan Kahfi hanya bisa memutar bola mata mereka malas, sudah sering kali sahabat mereka itu mengatakan hal yang sama. Apalagi saat mereka bertiga sedang berkumpul, Haikal terus saja menyebut nama Halwa dan mengatakan ingin menikahi gadis itu.

"Bang Hai mau nikahin Halwa ya?" tanya Huda polos.

"Iya, kalau Halwa mau," jawab Haikal sambil melirik gadis yang ada di belakangnya itu.

Laki-laki itu memejamkan matanya saat tak sengaja melihat Halwa yang tersenyum, apalagi pipi gadis itu yang memerah karena malu. "Tahan Haikal, bentar lagi pasti halal," batin Haikal sambil menahan ekspresi wajahnya.

"Afi berangkat dulu ya," pamit Kahfi kepada sang istri.

"Iya Afi, nanti makan siangnya di rumah aja ya."

"Siap ibu negara," bisik Kahfi, karena laki-laki itu tidak ingin dijadikan bahan ejekan kedua sahabatnya, jadilah ia berbisik menyahuti perkataan istrinya tadi.

Huda terkekeh geli saat mendengar sebutan 'ibu negara dari suaminya tadi, gadis itu mengambil tangan Kahfi dan mencium punggung dan telapak tangan Kahfi. Kahfi tersenyum tipis dengan tangan yang terangkat untuk mengusap pucuk kepala sang istri.

"Assalamu'alaikum," ucap Kahfi.

"Wa'alaikumussalam warohmatullah," jawab Huda dengan senyuman manisnya.

Ketiga laki-laki itupun berjalan beriringan menuju kelas masing-masing, sedangkan Huda dan Halwa masih berada di teras ndalem. Tak lama kedua gadis itu masuk, Huda meminta Halwa untuk menunggunya di ruang tamu karena ia ingin mengganti pakaiannya.

Halwa duduk sambil melihat-lihat sekitaran ruang tamu ndalem. Hingga tak lama, Huda turun dan menghampiri sahabatnya itu. Mereka berdua pun segera keluar dan menuju aula untuk menyetor hafalan mereka.

Disepanjang perjalanan menuju aula, kedua gadis itu sibuk mengulang hafalan. Sesekali mereka tertawa saat mendapati salah satu dari mereka ada yang salah, tingkah kedua tak luput dari perhatian Kahfi yang sedang berada di lapangan pesantren. Kahfi hanya bisa menggelengkan kepalanya pelan melihat kedua gadis itu, benar-benar seperti anak kecil.

PILIHANKU KAMU (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang