Bab 34

16K 1.5K 347
                                    

⚠Cerita yang aku tulis ini murni karya aku sendiri, kalau misalkan ada terdapat kesamaan nama tokoh, kejadian dan lainnya, itu hanya ketidak sengajaan semata. Jadi tolong, bijak dalam membaca dan berkomentar⚠

Bagi yang gak suka, silahkan skip aja ya. Jangan sibuk menyamakan cerita aku degan cerita orang. Enjoy gais<3

Typo bertebaran di mana-mana, tandai yang typo.

Jangan lupa follow, vote dan komen

(HAPPY READING)

(❁´◡'❁)

Dua minggu berlalu, satu minggu terakhir Kahfi dan Huda memilih untuk menginap di rumah Muhsin dan Dinda. Semua anggota keluarga belum ada yang tahu akan peneroran tempo lalu, karena Kahfi dan Huda susah sepakat tidak memberitahu keluarga mereka.

Kini jam sudah menunjukkan pukul 20:00, mereka semua baru saja menyelesaikan makan malam bersama. Huda di suruh sang Ummi untuk langsung ke kamar dan beristirahat karena sudah terlalu banyak beraktivitas hari ini.

Huda hanya menganggukkan kepalanya pelan, karena sudah merasakan tubuhnya yang mulai lelah. Ia mengajak Kahfi untuk ke kamar, dan langsung di setujui oleh laki-laki itu.

Sampai di anak tangga pertama, bukannya naik Huda malah berdiam melihat tangga yang menghubungkan lantai satu dan dua di depannya itu. Melihat sang istri yang hanya berdiam saja, membuat Kahfi mengerutkan keningnya bingung.

Laki-laki itu mengangkat sebelah alisnya seolah bertanya kenapa. Namun bukan jawaban yang ia dapat, istrinya itu hanya menatapnya sambil tersenyum tipis dan memiringkan kepalanya seolah memberikannya isyarat sesuatu.

Kahfi yang masih tidak paham mencoba menoleh ke arah mertuanya, terlihat Muhsin dan Dinda cekikikan melihat raut bingung menantu mereka itu. Wajah bingung Kahfi membuat keduanya terkikik geli, apalagi dengan wajah polos anak perempuan mereka yang seolah tanpa dosa membuat suaminya kebingungan.

"Minta di gendong itu," celetuk Dinda.

Seketika Kahfi langsung mengerti, tangannya mencubit gemas hidung mancung Huda. Lalu tanpa basa basi lagi, ia mengangkat tubuh kecil istrinya itu dan berjalan dengan hati-hati menaikan satu persatu anak tangga.

"Kenapa gak langsung bilang tadi, hm?" tanya Kahfi kepada istrinya itu.

"Gapapa, males ngomong. Huda kira Mas peka, ternyata engga. Emang sih ya semua laki-laki itu sama," ujar Huda dengan memelankan suaranya di akhir kalimat yang ia ucapkan.

"Bilang apa kamu?" tanya Kahfi.

"Huda bilang sama bayi, kalau Abi mereka gak peka," Jawab Huda sambil menjulurkan lidahnya ke arah sang suami.

Kahfi terkekeh pelan dengan tingkah istrinya itu. Sesampainya di depan kamar, Huda berinisiatif untuk membuka pintu kamar mereka agar Kahfi tidak kesusahan.

Saat pintu terbuka Kahfi langsung memasuki kamar dan menutup kembali pintu itu dengan kakinya. Kahfi menurunkan Huda di kasur, setelah itu ia berjalan menuju kamar mandi untuk menggosok gigi.

"Bayi, kamu gak mau minta sesuatu gitu? Udah mau 4 bulan loh di dalam perut Huda, masa Huda gak di suruh ngidam sih," ujar Huda kepada bayinya. Ah, lebih tepatnya kepada janin yang ada di dalam perutnya.

"Ngidam apa?" tanya Kahfi yang baru saja keluar dari kamar mandi.

Huda menoleh kearah suaminya itu, tampilan Kahfi seperti ini yang selalu membuat Huda terpana. Memakai kaos polos berwarna hitam dengan sarung berwarna senada, apalagi di tambah rambutnya yang sedikit basah, mungkin karena selesai wudhu atau cuci muka.

PILIHANKU KAMU (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang