Bab 32

19.9K 1.4K 124
                                    

Cerita yang aku tulis ini murni karya aku sendiri, kalau misalkan ada terdapat kesamaan nama tokoh, kejadian dan lainnya, itu hanya ketidak sengajaan semata. Jadi tolong, bijak dalam membaca dan berkomentar⚠

Bagi yang gak suka, silahkan skip aja ya. Jangan sibuk menyamakan cerita aku degan cerita orang. Enjoy gais<3

Sini, absen dulu ayangnya Kahfi, haikal dan Khalil.

Typo bertebaran di mana-mana, tandai yang typo.

Jangan lupa follow, vote dan komen!

Di akhir bakalan spil visual Kahfi, Haikal sama Khalil ❤

(HAPPY READING)

(❁'◡'❁)


Setelah kejadian adu mulut antara Huda dan Kayla tempo lalu, akhir-akhir ini Kahfi sangat posesif kepada istrinya. Ia tidak ingin Kayla sampai menyakiti Huda, karena ia tahu jika seseorang sudah terobsesi maka akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.

Kayla memang sudah tidak ada lagi di lingkungan pesantren, tapi tetap saja Kahfi tidak pernah membiarkan Huda keluar dari rumah sendiri.

Seperti saat ini, Huda tengah berusaha membujuk sang suami untuk mengizinkan dirinya pergi bersama Halwa. Karena setelah menikah, Huda lebih sering menghabiskan waktunya bersama sang suami.

Maka dari itu Huda mengajak sahabatnya itu untuk bertemu, tapi yang jadi penghalang sekarang adalah, Kahfi yang tak mengizinkannya pergi sendiri.

Huda tau bagaimana takutnya Kahfi akan ancaman Kayla waktu itu, bukan sekali dua kali Kayla mengancam dirinya. Tapi Huda yakin jika Kayla tidak akan sampai nekat seperti yang ada di dalam pikiran suaminya ini.

Huda sudah rapi dengan abaya coksu dan pasmina kesayangannya, tapi sedari tadi juga Kahfi enggan melepaskan pelukannya dengan sang istri. Laki-laki itu memeluk erat istrinya dengan menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Huda.

Hal itu tentu saja membuat Huda kesal, ia hanya ingin bertemu dengan Halwa, setelah beberapa bulan tidak bertemu karna kesibukan mereka masing-masing.

"Mas, tadi malam kan Huda udah izin, kenapa sekarang gak di bolehin," ujar Huda dengan suara yang sudah lelah membujuk suaminya ini.

"Aku gak ada kasih izin," jawab Kahfi yang semakin mengeratkan pelukannya.

Huda hanya bisa menghela napas pelan, ia mengambil ponselnya yang berada di atas nakas. Setelah itu ia mencari no Halwa untuk menelpon sahabatnya itu.

"Assalamu'alaikum, kenapa Huda?" tanya Halwa di sebrang sana.

"Wa'alaikumussalam warohmatullah, Halwa kamu udah siap?" tanya Huda.

"Baru mau siap-siap? Kamu udah di tempat?"

"Halwa, maaf ya, kayanya kita undur aja ketemuannya," ujar Huda yang tak enak hati.

"Kamu sibuk ya? Padahal aku pengen ketemu kamu," lirih Halwa yang semakin membuat Huda tak enak.

"Aku tiba-tiba kurang enak badan, insyaa Allah lusa kita ketemu ya."

"Yaudah deh, kamu cepet sembuh ya, jangan lupa minum obat."

"Iya, maaf ya."

"Gak papa, kalau gitu aku tutup telponnya ya, assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam warohmatullah," jawab Huda, setelah itu ia meletakkan kembali benda pipih itu ke atas nakas.

Kahfi yang sedari tadi mendengarkan percakapan dua perempuan ini hanya diam, ia jadi merasa bersalah, gara-gara dirinya Huda gagal bertemu dengan sahabatnya sendiri.

PILIHANKU KAMU (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang