Bab 44

12.6K 954 32
                                    

Hai semuanya, apa ada yang kangen dengan Kahfi dan Huda?

Aku cuma mau ngasih tau, insyaa Allah akhir bulan September cerita ini bakalan terbit. So, jangan lupa buat nabung ya, kapan lagi kalian bisa peluk novel ini yang gak pernah aku rencanakan untuk terbit.

Oke oke, tolong tandai yang typo ya. Kalian baca sambil vote dan komen juga, oke?

(HAPPY READING)

(⁠◔⁠‿⁠◔⁠)

Satu minggu setelah acara tujuh bulanan Huda kemarin, keluarga Huda maupun Halwa tengah sibuk mempersiapkan acara akad Haikal dan Halwa. Mulai mecari cincin, gaun pengantin, hantaran dan yang lainnya.

Selama empat hari berturut-turut mereka semua sibuk untuk mempersiapkan semuanya. Hari ini, hari dimana yang mereka tunggu, hari terucap nya ijab qobul dari mulut Haikal untuk memiliki gadis yang selama ini ia perjuangkan di sepertiga malamnya.

Acara dilaksanakan di kediaman Halwa, para tamu sudah mulai berdatangan satu persatu. Sedangkan Halwa masih di rias di dalam kamar, dan pihak pengantin laki-laki pun masih dalam perjalanan menuju rumah Halwa.

Kurang lebih lima belas menit akhirnya Haikal dan keluarga besarnya sampai di tempat tujuan, bahkan keluarga Ndalem pun ikut hadir dalam acara penting ustadz dan santriwati mereka itu.

Haikal terlihat begitu tampan dengan menggunakan baju gamis berwarna putih dengan luar berwarna cream, apalagi ditambah sorban yang ada di bahunya.

Semua mata masih tertuju kepada Haikal, kegagahan laki-laki itu mampu membuat semua orang kagum. Bukan hanya para tamu saja, Huda pun mengakui jika Abang sesusunya itu sangat tampan dan gagah hari ini.

Orang tua Halwa pun menyuruh mereka untuk masuk. Haikal duduk di depan wali Halwa, dengan menarik napas pelan guna menghilangkan rasa gugupnya.

"Mas, Huda boleh nyamperin Halwa gak?" izin Huda kepada suaminya.

"Emang Halwa nya di mana?"

"Dikamar situ," tunjuk Huda pada salah satu kamar yang ada di lantai bawah.

"Boleh, tapi hati-hati ya, nanti ke sini lagi."

"Okay, Huda pamit dulu."

"Iya cantik," ujar Kahfi seraya mengusap lembut pucuk kepala istrinya itu.

Huda berdiri dari duduknya, dengan sopan wanita itu berjalan melewati keluarganya untuk menghampiri Halwa yang sedari tadi mengirimkan pesan kepadanya agar segera menemui dirinya di kamar.

Setelah sampai di depan kamar yang Halwa maksud tadi, Huda pun mengetuk pintu itu sebentar lalu membukanya. Terlihat Halwa yang sudah cantik dengan gaun pengantin berwarna putih yang melekat di tubuhnya, make up yang sederhana menambah kecantikan sahabatnya itu berkali lipat.

Di samping Halwa terlihat Naura yang juga ikut tersenyum kearahnya, raut bahagia Naura bisa Huda rasakan. Bukan hanya Naura, ia sendiri pun bahagia karena hari ini sahabat yang selalu ada untuknya akan menikah, terlebih dengan abangnya.

Huda melangkah menghampiri Halwa dan Naura, mereka bertiga berpelukan erat menyalurkan rasa bahagia mereka hari ini.

"Cie yang hari ini nikah," ledek Huda kepada Halwa.

"Ih, kamu apa sih, aku malu," rengek Halwa yang mendapat kekehan dari Huda dan Naura.

"Bahagia gak?" tanya Naura kepada sepupunya itu.

"Banget, aku juga berdoa semoga nanti kamu juga nyusul sama ustadz Khalil," ujar Halwa seraya terkekeh pelan melihat wajah malu-malu Naura.

Sedangkan di luar acara sudah siap di mulai. Diawali dengan dzikir dan pembacaan dua kalimat syahadat untuk semua tamu yang datang, setelah itu dilanjut dengan Haikal yang membacakan ayat suci Al Quran.

PILIHANKU KAMU (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang