Bab 47

12.1K 846 105
                                    

Halo semua, pa kabarnya?

3 bab lagi cerita ini bakalan ending nih, dan sebentar lagi juga ceritanya bakalan terbit. Jangan lupa nabung buat beli novelnya nanti ya, soalnya di versi novel itu cuma aku tulis kisahnya Kahfi sama Huda ajaaa.

Banyak yang typo, tandai aja yash.

Jangan lupa vote dan komen sebanyak-banyaknya

(HAPPY READING)

(⁠◔⁠‿⁠◔⁠)

Pagi ini suasana Pondok Pesantren Al Hafidz tengah berduka, kegiatan sekolah pun terpaksa diliburkan untuk hari ini karena semua santri dan asatidz yang akan menghadiri pemakaman cucu pertama pemilik Pondok Pesantren.

Langit pun terasa ikut bersedih, sejak tadi tidak ada matahari yang mau menampakkan cahayanya. Suara dzikir terus bersahutan sejak selesai sholat subuh tadi, keadaan di Ndalem pun terlihat begitu pilu saat melihat Kahfi yang sedari tadi mengais dalam diamnya.

Ya, Kahfi sudah berada di Ndalem tepat saat selesai sholat subuh dilaksanakan. Laki-laki itu terlihat sangat murung, tidak ada senyum di bibirnya, tidak ada raut tegas di wajahnya, yang mereka lihat hanyalah wajah pucat dan mata sembab.

Semua warga pesantren pun ikut bersedih dengan musibah yang menimpa Gus mereka itu, rasanya masih tak percaya jika Kahfi yang mereka kenal dengan wajah tegas namun ramah itu kini sedang terpuruk akan kejadian ini.

Jam sudah menunjukkan pukul 09:00, Hasan pun menyuruh yang lain untuk segera memakamkan cucu pertamanya itu. Namun saat jenazah bayi itu hendak di angkat, Kahfi menghentikan pergerakan mereka dan berkata, "biar saya saja yang menggendong anak saya."

Tangan Hasan bergerak mengusap kepala anak sulungnya itu, kemudian ia menyerahkan jenazah bayi itu kedalam gendongan Kahfi. Jenazah mungil yang tertutup kain kafan itu sudah ada di dalam gendongan Kahfi, sekuat tenaga ia menahan air matanya agar tidak jatuh.

Perlahan Hasan mendorong kursi roda Kahfi dan berjalan menuju pemakaman. Sesampainya di pemakaman mereka pun langsung memakamkan bayi itu, setelah selesai mereka semua pun berdzikir dan tahlil bersama.

Saat semuanya sudah selesai, Hasan menyuruh semua santrinya untuk kembali ke Pondok Pesantren. Sekarang tersisalah Kahfi dan keluarga Ndalem saja, laki-laki itu mengusap lembut batu nisan anaknya yang terpampang nama anaknya dan nama dirinya.

"Nak, tolong jangan bawa Ummi, ya, Abi belum siap kalau Ummi kamu ninggalin Abi. Tolong kasih tau Ummi untuk bangun, kasih tau Ummi kalau Abi nunggu Ummi di sini," lirih Kahfi dengan suara bergetar.

Gerimis perlahan mulai turun dan membasahi bumi, Kahfi masih setia di tempatnya engga untuk beranjak. Melihat langit yang semakin gelap membuat Hasan mau tak mau untuk mengajak putranya itu pulang.

Perjalanan menuju Pondok Pesantren Kahfi hanya berdiam saja, sambil melihat rintik hujan yang telah membasahi bumi. Di dalam mobil tidak ada yang membuat suara, mereka semua bungkam tidak ada yang memulai obrolan.

Sekitar sepuluh menit akhirnya mereka sampai di Pondok Pesantren, Hasan kembali membantu Kahfi untuk turun dari mobil dan duduk di kursi roda. Saat memasuki Ndalem Kahfi melihat Ummi nya yang sedang menenangkan anaknya karena rewel.

Wajah yang tadi murung perlahan kembali tersenyum, ia menggerakkan kursi rodanya menghampiri anak laki-lakinya yang sedang menang kencang itu.

Kahfi mengambil alih tubuh mungil anaknya dan mencoba untuk menimang bayi itu, perlahan tangisan yang tadinya kencang kini mulai mereda. Bayi itu tengah merasakan hangatnya pelukan Abi nya, dengan perlahan mata bulat itu terbuka dan menatap netra Kahfi.

PILIHANKU KAMU (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang