Bab 25

19.9K 1.6K 162
                                    

⚠Cerita yang aku tulis ini murni karya aku sendiri, kalau misalkan ada terdapat kesamaan nama tokoh, kejadian dan lainnya, itu hanya ketidak sengajaan semata. Jadi tolong, bijak dalam membaca dan berkomentar⚠

Bagi yang gak suka, silahkan skip aja ya. Jangan sibuk menyamakan cerita aku degan cerita orang. Mending bikin karya, supaya bisa di banggakan 👍🏻

Sini, absen dulu ayangnya Kahfi, haikal dan Khalil.

Typo bertebaran di mana-mana, tandai yang typo.

Jangan lupa follow, vote dan komen

(HAPPY READING)

Tubuh Kahfi menegang kala mendengarkan ucapan Huda tadi, ia menggelengkan kepalanya keras

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tubuh Kahfi menegang kala mendengarkan ucapan Huda tadi, ia menggelengkan kepalanya keras. Laki-laki itu semakin menggenggam erat tangan mungil istrinya itu, matanya pun mulai memanas.

Sedangkan Huda tak ingin menatap sang suami, sebenernya ia juga tidak ingin ikut dengan orang tuanya, tapi ia juga perlu menenangkan hatinya. Apakah itu salah?

Ingatan saat semua orang mendukung saat Kahfi ingin melamar Kayla waktu itu membuat Huda sakit, sebelum perjodohan itu di mulai dan saat awal Huda masuk ke Pondok Pesantren ini. Ia sudah mendengar berita tentang Kahfi yang ingin melamar Kayla, apalagi ditambah dengan kabar Kahfi yang akan menikah dan istrinya yang masih dirahasiakan.

Hal itu membuat Huda semakin sakit, tapi saat engetahui dirinyalah yang di maksud istri dari putra sulung Kiyai Hasan, membuat hati gadis itu menghangat. Apalagi di tambah sebuah fakta, jika Kahfi adalah laki-laki masa kecilnya, yang selalu menjaga dirinya.

Pandangan Huda seketika langsung teralihkan kepada Kahfi, saat merasakan tangannya yang basah. Ya, laki-laki itu menangis, sudah cukup selama dua belas tahun mereka terpisah, ia tidak ingin hal itu terulang lagi.

Semua orang yang ada di sana diam, Hasan tahu bagaimana putranya itu. Dia tidak mungkin akan menduakan istrinya, apalagi perjuangan Kahfi saat mencari Huda selama ini.

Kalau di tanya, apakah Hasan marah saat mendengar cerita Huda tadi? Jawabannya tentu iya, ia tak habis pikir dengan jalan pikir anaknya itu. Seharusnya ia mengajak Haikal atau Khalil, agar tak menimbulkan prasangka buruk Huda.

Tangan Huda bergerak mengusap air mata yang membasahi pipi tirus suaminya itu, dengan tersenyum manis ia membawa Kahfi duduk di sebelahnya dan berkata, "Huda cuma sebentar, setelah hati Huda tenang, Huda akan kembali sama Afi."

"Tapi kenapa harus ikut Abah sama Ummi? Kalau Kamu marah, Kamu bisa pukul Aku atau tampar Aku. Tapi tolong jangan pisah rumah, sayang," lirih Kahfi sambil terisak.

"Afi tahu kan rasanya sakit hati?" tanya Huda yang di balas anggukan lemah dari Kahfi.

"Hati Huda sakit saat melihat dia memakai baju yang Afi beli, apalagi saat itu Huda udah baca surat yang Afi tulis buat dia–" Huda menjeda ucapan sambil terkekeh pelan. "Sebesar itu cinta Afi sama dia? Apa saat itu, Afi masih ingat Huda?"

PILIHANKU KAMU (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang