"Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi"
"Jadi jangan pernah menyesal dengan keputusan yang kau ambil"
•◇◇◇•
"Ada apa kalian kemari"
"Kau masih wanita dingin seperti biasanya"
"Tch"
TYPO BERTEBARAN!
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Rintik air hujan jatuh semakin deras, menciptakan genangan di tanah yang berlumpur dan memunculkan kabut tebal yang menghalangi pandangan. Hutan yang tadinya sunyi kini dipenuhi suara derap kuda dan teriakan para prajurit.
"SEMUA PRAJURIT, BERSIAP UNTUK BERTEMPUR! KITA AKAN MEMBANTAI TITAN DAN MEREBUT TEMPAT INI SEBAGAI BENTENG PERTAMA UMAT MANUSIA DI LUAR TEMBOK!" suara lantang Keith Shadis menggema, mengalahkan suara hujan yang menderu. Mata tajamnya menatap pasukannya- wajah-wajah yang dipenuhi tekad, meski ketakutan mengintai di benak mereka.
Sekumpulan manusia berseragam hijau dengan lambang 'Sayap Kebebasan' berkuda menembus hutan, bergegas di tengah badai yang tak bersahabat. Hujan membasahi wajah mereka, tapi tak ada waktu untuk peduli pada hal sepele semacam itu. Mereka adalah 'Pasukan Penyelidik' orang-orang yang memilih hidup di batas kematian demi kebebasan.
"Sasaran mendekat!" suara Erwin Smith memecah ketegangan. Pria berambut pirang klimis dengan sorot mata tajam itu mengangkat tangannya, memberi isyarat.
Dari balik kabut, sosok-sosok raksasa mulai muncul. Mereka adalah Titan, monster pemakan manusia, dengan senyum mengerikan yang tak pernah pudar.
"Berpencar menjadi lima kelompok! Pasukan umpan maju! Pasukan penyerang, siapkan peralatan manuver!" perintah Keith Shadis dengan tegas.
Suara dentingan logam terdengar saat para prajurit mengganti perlengkapan mereka, bersiap mengayunkan tubuh ke udara. Pasukan umpan segera berlari mendekat, memancing perhatian Titan, sementara pasukan penyerang mulai mengepung.
"Tiga Titan kelas 8 meter dan 6 meter muncul dari kiri!" suara panik seorang prajurit terdengar di tengah kekacauan. Beberapa prajurit kehilangan kendali, formasi berantakan, dan dalam sekejap, teriakan kesakitan menggema di antara suara hujan.
Melihat situasi semakin buruk, Keith menggertakkan giginya "Caterine!" panggilnya.
Dari kejauhan, sosok wanita bersurai hitam melesat seperti kilat. Tanpa ragu, ia menancapkan pengait manuvernya ke tubuh Titan, mengayun dengan kecepatan luar biasa.
SRATTT...ZZRASHH!
Pedangnya menebas tengkuk Titan dengan mematikan. Satu, dua, tiga-- dalam hitungan detik, ketiga Titan itu tumbang, tubuh mereka mulai menguap seiring kematian mereka.
Suara datar keluar dari perempuan itu "Kembali ke kudamu" suaranya nyaris tenggelam oleh suara hujan. Para prajurit yang selamat menatapnya dengan mata melebar, napas mereka memburu.
"T-terima kasih, Caterine-san!" salah satu dari mereka berseru, sebelum buru-buru kembali ke kudanya dan bergabung kembali ke dalam formasi.
Caterine mendongak, membiarkan tetesan air hujan membasuh wajah dan tubuhnya yang berlumuran darah Titan. Matanya yang berwarna sapphire redup menatap ke sekeliling- melihat mayat-mayat prajurit yang kini tak bernyawa. Namun, ekspresinya tetap datar, seolah pemandangan itu sudah terlalu biasa baginya.