Jangan lupa vote, komen, dan bantu share cerita ini yaaah. Follow juga akun Wattpad, Instagram, dan KaryaKarsa: @todayisfina 💃✨ Thankyou.
Happy reading!
***
Ketukan tangan Fani di kamar Luci tidak mendapat jawaban, alhasil ibu dua anak itu masuk saja ke dalam kamar putrinya. Luci tampak masih nyaman dalam balutan selimut dan diiringi napas yang tenang, tubuhnya miring ke kanan. Fani segera duduk di pinggir ranjang dan menepuk-nepuk lengan Luci.
“Bangun, Nduk. Subuhan.”
Luci melenguh terusik tanpa membuka mata. Fani kembali membangunkannya sampai mata Luci mengerjap dan berhasil menangkap wajah ibunya dalam pandangan yang berembun.
“Ayo, subuhan dulu. Bangunin suamimu, gih.”
“Jam berapa, Bu?” tanya Luci dengan suara pelan dan serak. Jemarinya masih sibuk mengucek kedua mata.
“Jam setengah lima. Yang lain habis selesai jemaah, tuh.”
Luci mengangguk dan segera mengambil posisi duduk.
“Dari kemarin belum berjamaah sama Dekada, ya?” tanya Fani.
“Belum.”
Fani menghela napas dan melepasnya tepat ketika kedua mata Luci menatapnya. Fani menyayangkan hubungan putrinya yang sudah sah menjadi istri Dekada, tetapi justru langsung pisah kamar di hari pertama.
Dengan usapan lembut penuh kasih sayang, Fani lantas berujar, “Jangan lama-lama begini, ya, Nduk. Kasihan suamimu, takutnya dia tersinggung. Ndak baik pisah kamar kalau udah sah.”
Luci bergeming. Mulutnya tertutup, tetapi tubuhnya bergerak untuk berdiri, membuat tubuh ibunya harus bergeser. Ya, beginilah kalau nikah hasil ancaman.
“Luci?” panggil Fani saat sudah lelah menunggu jawaban.
Luci yang sudah membelakangi ibunya dan menuju pintu kamar mandi, menghentikan langkah. “Iya.” Hanya itu yang dapat ia ucapkan. Terdengar biasa, padahal berat dalam hatinya. Ucapan yang sebenarnya ingin disampaikan pun justru ia telan lagi.
Sengaja Luci berdiam diri agak lama di dalam kamar mandi setelah mengambil wudu, menunggu sampai ibunya sudah keluar, baru lah ia juga keluar dari tempat lembab itu. Ia ingat semalam mengirim pesan akan membangunkan Dekada, jadi Luci sekarang membawa mukena dan sajadah, berniat membangunkan sekaligus mengajak suaminya salat berjemaah.
Luci ragu mengetuk pintu kamar yang ditempati Dekada, ia takut mengganggu istirahat laki-laki itu meskipun niatnya baik. Luci berpikir mungkin suaminya sangat lelah, bukan hanya karena acara yang berlangsung. Toh, acara itu sebentar saja, tapi Luci pikir sepertinya Dekada lelah karena terus setor wajah dan nama pada keluarga besarnya. Hadir di antara orang-orang asing dengan perasaan canggung adalah sesuatu yang menyebalkan, begitu menurut Luci.
Meskipun masih ragu, Luci tetap mengetuk pintu hingga tiga kali. “Deka? Udah bangun belum?” Luci masih mengetuk, kini makin keras. “Dekada?” Tidak ada jawaban dari dalam sana. Luci memutar tubuhnya, berniat kembali ke kamar dan membangunkan Dekada lewat telepon saja.
Namun, belum sempat ia melangkah, suara Dekada lebih dulu terdengar.
“Masuk aja, Ci.”
Luci mengernyit sambil kembali. Perlahan ia buka pintu itu, masuk juga dengan langkah ragu.
“Astagfirullah!” pekik Luci sambil menutup mata dengan sebelah tangannya sebab mendapati Dekada yang bertelanjang dada, hanya ada handuk yang melilit di bagian perut. Pemandangan itu membuat Luci merutuk sial, deru napasnya terasa seperti dikejar anjing komplek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind the Camera [COMPLETED] ✓
Romance✨ Cerita terpilih untuk Reading List @WattpadRomanceID [Bittersweet of Marriage - Maret 2023] ✨ Naskah Terbaik #1 event Menulis Novel oleh Semanding Books Blurb: Luci boleh melanjutkan karirnya di Jakarta dengan syarat harus memiliki suami sebab ked...