7. Terbang ke Jakarta

11.6K 889 53
                                    

Jangan lupa vote, komen, dan bantu share cerita ini yaaah. Follow juga akun Wattpad, Instagram, dan KaryaKarsa: @todayisfina 💃✨ Thankyou.

Happy reading♥️

***

Ada yang memberengut kesal di dalam layar ponsel yang sedang melakukan panggilan video.

Tau gitu, kan, Mama sama Papa nggak pulang kemarin, bisa bareng kalian hari ini.

Itu adalah suara Cinta yang kesal karena sudah pulang lebih dulu daripada anak dan menantunya. Dekada dan Luci memang lupa memberitahu kepulangan mereka karena sibuk mengurus ini dan itu. Sekarang mereka sudah di bandara, ditemani orang tua Luci. Penerbangan jam sepuluh pagi dan mereka sudah di sana jam delapan lebih. Sementara Kiki mengambil penerbangan sore sebab masih ada hal yang mau diselesaikan di kampung halamannya.

“Iya, lho. Aku juga baru tau tadi malam kalau mereka pulang hari ini, dadakan banget. Kirain masih satu minggu lagi gitu di sini.” Fani menyahut, seakan ingin membentuk kubu dengan Cinta di seberang sana.

Padahal bisa aja kemarin kita jalan-jalan, ya, Fan?” balas Cinta makin menyatukan pikiran para ibu, dan Fani pun mengangguk cepat.

Kamera ponsel Fani terarah pada Luci dan Dekada yang tampak saling melirik satu sama lain, seperti mati kutu karena merasa bersalah dan membuat Cinta terkikik jenaka melihat mereka.

“Mama bilang, kan, udah harus masuk ngajar.” Akhirnya, Dekada bersuara dengan mengingat ucapan sang mama tentang pekerjaan yang harus segera dirampungkan.

Cinta mencebik. “Ya, tapi, kalau tau kalian juga bakal pulang cepat, mending barengan.

“Maaf, ya, Ma,” ucap Luci dengan nada memohon dan wajah sendu. Sedetik kemudian, tawa Cinta terdengar kencang. Senang kalau lihat Dekada seperti terintimidasi, tetapi tidak tega kalau Luci malah ikut-ikutan sedih.

Biasa, ah. Mama becanda aja, kok. Tapi, Mama kepo deh, kalian rencana honeymoon di mana?”

Dekada membalas setelah melirik istrinya yang terlihat tidak mau menjawab. “Belum ada rencana, kita bentar lagi sibuk, nih.”

Kalau bisa sebelum sibuk, tuh, honeymoon dulu.

“Gampang, Ma.”

Pengumuman penerbangan yang terdengar nyaring menjadi akhir dari sesi panggilan video itu. Luci dan Dekada memasang masker sebelum keluar dari salah satu kafe di sana, lalu berpamitan pada Fani dan Ganda.

Satu koper cukup besar digeret oleh Dekada, sementara Luci hanya memakai sling bag dan bantal leher. Beberapa barang mereka yang lain sudah masuk bagasi. Keduanya jalan berdampingan tanpa hambatan, berbeda saat Luci baru datang yang langsung disambut banyak orang. Sekarang tidak ada yang mengenali mereka karena masker yang berhasil menutupi sebagian wajah mereka. Dekada juga terbantu dengan bucket hat hitam di kepalanya.

Mereka mengambil posisi duduk sesuai pesanan, yaitu di kelas ekonomi premium saja. Luci yang minta dan Dekada menurutinya, sang istri hanya butuh minum dan camilan untuk menemani perjalanan karena Luci mudah bosan, tetapi tidak pernah mau tidur di pesawat.

Sejak menjatuhkan bokong di kursi, Luci tidak mengalihkan pandangan dari luar jendela yang membuatnya berhasil melihat awan berarak. Luci tidak mengeluarkan suara sama sekali, bahkan begitu tenang saat menikmati minuman dan camilannya. Ia hanya akan melirik sesekali pada Dekada yang mendengarkan musik dengan AirPods.

Apa yang dipikirkan Luci sangat tidak menentu, kabel dalam kepalanya seperti terbagi makin banyak lagi, menarik beberapa topik pikiran dari yang kecil sampai yang besar. Hatinya suram merindukan seseorang yang terpaksa tidak dihubunginya selama berada di Surabaya. Seperti tidak ada ruang dan waktu yang bisa dicuri sedikit saja untuk menekan ikon panggilan pada salah satu kontak di ponselnya.

Behind the Camera [COMPLETED] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang