17. Hujan Malam Ini

8.4K 599 71
                                    

Updateee!!!

Jangan ada sider di antara kita, guyss 🥲

Happy reading!

***

Dekada dan Luci kembali ke rumah setelah memastikan Lily sudah pulas. Mereka sudah makan malam bersama dengan Bianca dan Bryan. Obrolan mereka di sana lebih mengarah pada kehidupan Dekada dan Luci yang menikah secara rahasia, tentunya tanpa membahas bagaimana keseharian mereka di rumah yang masih sulit disebut sebagai suami dan istri.

Tiba di rumah, keduanya langsung bertemu dengan mama Dekada yang memilih untuk menambah satu hari lagi kebersamaannya dengan anak dan menantu. Perempuan baya itu sedang bersantai menikmati tontonannya yang Luci tebak adalah sinetron.

Tubuh Luci tertarik lebih rapat ketika secara tiba-tiba Dekada merangkul pinggangnya. Spontan satu tangan Luci membalas rangkulan itu hingga sisi kanan kepalanya menempel di dekat ketiak Dekada.

“Kamu kecil, ya,” bisik Dekada sebelum menuntun Luci untuk melangkah bersama. Luci hanya mendengkus sebagai balasan, memang faktanya begitu, kan?

“Eh, udah pulang kalian. Jalan-jalan ke mana, sih?” Cinta mengubah posisinya untuk melihat anak dan menantunya. Sesekali ia gerakkan otot leher karena merasa pegal.

“Ke rumah teman Luci, Ma.”

Obrolan mereka singkat saja sebab sudah sama-sama butuh istirahat. Cinta senang sekali melihat kemesraan yang diperlihatkan oleh Dekada dan Luci. Hingga akhirnya, interaksi mesra itu berakhir saat sudah masuk ke kamar. Mereka duduk bersama di tepi ranjang untuk sesaat sebelum Dekada mempersilakan Luci lebih dulu menggunakan kamar mandi untuk membersihkan diri.

Usai mandi, Luci dengan piyama hangat berwarna biru muda itu mematut diri di depan cermin, duduk dan mulai memberikan krim-krim untuk wajahnya, sementara Dekada bergantian masuk ke kamar mandi.

Hanya sepuluh menit, Dekada sudah selesai membersihkan tubuhnya. Ia sekarang sudah tidak takut lagi untuk keluar dengan hanya menggunakan handuk untuk menutupi bagian bawah tubuhnya, selagi Luci tidak menjerit kesal. Memang akhirnya Luci terbiasa juga melihat kotak-kotak yang tercetak di tubuh depan Dekada. Hanya selalu mengerjap kikuk saja setiap melihat tubuh atletis suaminya yang masih dialiri sisa-sisa air mandi, berlebih pada rambut hitam yang berantakan karena diusap-usap dengan handuk.

“Besok aku balik ke kamar sebelah, Ci.” Itu adalah kalimat pertama yang Dekada ucapkan saat keluar dari kamar mandi dan langsung berdiri di belakang kursi rias Luci.

Pergerakan sisir pada setiap helai rambutnya berhenti perlahan, Luci menggigit bibir bawahnya. Ada rasa berat hati jika Dekada kembali ke kamar lain. Meskipun selama satu kamar mereka tetap tidak tidur di tempat yang sama—Dekada di sofa, Luci di kasur—tetap saja sepertinya Luci akan merasa ada yang hilang. Dekada sering bercerita kegiatan-kegiatannya menjelang tidur. Suara dengkurannya bahkan menjadi nyanyian tidur yang membuat Luci lebih tenang karena melalui suara itu, ia tahu kalau Dekada ada bersamanya. Ritual menjemput kantuk seperti menikmati minuman dan makanan hangat di balkon pun sudah akrab dengan mereka.

“Besok pagi kita antar Mama pulang, ya,” kata Dekada lagi. Ia bisa merasakan bahwa Luci sedang berpikir sesuatu dalam diamnya, tetapi Dekada tidak bisa membaca isi pikiran itu.

Luci mengangguk pelan. Dekada tersenyum, lalu perhatiannya tertuju pada rambut indah istrinya. Ia sentuh dan usap bagian bawahnya pelan-pelan hingga Luci bisa merasakan sentuhan yang jatuh mengenai punggungnya.

“Rambut kamu udah mau panjang lagi.” Dekada kembali berucap, membuat sang istri menarik seulas senyuman. “Biarin aja panjang sampai dengkul, Ci.”

Behind the Camera [COMPLETED] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang